JAKARTA, KOMPAS.com — Banyak anak sekolah yang memakai sepeda motor ke sekolah meskipun belum memiliki surat izin mengemudi.
Kepraktisan dari segi waktu dan hemat biaya menjadi alasan umum anak-anak sekolah tetap nekat mengendarai sepeda motor ke sekolah.
Meskipun memahami alasan siswa memakai sepeda motor ke sekolah tanpa SIM, pihak sekolah tetap perlu melakukan penyadaran. Salah satunya dilakukan SMKN 18 Jakarta sebagai bagian dari upaya membangun karakter disiplin dan taat aturan di kalangan siswa.
Idawati, Kepala SMKN 18 Jakarta, Jumat (31/8/2012), mengatakan, sekolah telah memberikan penyuluhan tentang peraturan dan keselamatan berlalu lintas, termasuk pentingnya memiliki SIM ketika mengendarai sepeda motor.
"Kami sudah mendatangkan polisi untuk memberikan penyuluhan secara langsung kepada siswa kami," ujar Idawati.
Setelah penyuluhan, sekolah pun mulai menegakkan disiplin. Mulai pekan ini, SMKN 18 Jakarta menerapkan aturan baru untuk mengecek SIM setiap siswa yang membawa sepeda motor ke sekolah.
"Para siswa, kan, sudah mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana berlalu lintas yang baik. Kami mau mulai pada implementasinya, dengan mendisiplinkan kepemilikan SIM dulu," ujar Idawati.
Para siswa diperbolehkan memarkir sepeda motor di halaman sekolah jika memiliki SIM. Sebaliknya, siswa yang tidak memiliki SIM hanya boleh memarkir di lahan di luar pagar sekolah. Keamanan sepeda motor siswa yang diparkir di luar pagar tentu tidak terjamin.
"Dengan cara ini, kami harapkan ada kesadaran siswa dan orangtua. Kebijakan ini nanti akan kami evaluasi dampaknya," kata Idawati.
Hamdani, petugas satpam SMKN 18 Jakarta, mengatakan, ia bertugas mengecek SIM siswa yang bersepeda motor. Siswa yang tidak punya SIM diarahkan parkir di luar sekolah.
"Memang parkir tetap dijaga, tetapi, kan, tidak seaman di dalam sekolah. Siswa tetap nekat bersepeda motor ke sekolah," ujar Hamdani.
Para siswa, kata Hamdani, mengandalkan sepeda motor untuk menuju sekolah. Selain dapat menghemat waktu saat menempuh kemacetan lalu lintas Jakarta, juga lebih irit. Naik angkutan umum dinilai lebih merepotkan dan butuh waktu lebih lama.
Kepraktisan dari segi waktu dan hemat biaya menjadi alasan umum anak-anak sekolah tetap nekat mengendarai sepeda motor ke sekolah.
Meskipun memahami alasan siswa memakai sepeda motor ke sekolah tanpa SIM, pihak sekolah tetap perlu melakukan penyadaran. Salah satunya dilakukan SMKN 18 Jakarta sebagai bagian dari upaya membangun karakter disiplin dan taat aturan di kalangan siswa.
Idawati, Kepala SMKN 18 Jakarta, Jumat (31/8/2012), mengatakan, sekolah telah memberikan penyuluhan tentang peraturan dan keselamatan berlalu lintas, termasuk pentingnya memiliki SIM ketika mengendarai sepeda motor.
"Kami sudah mendatangkan polisi untuk memberikan penyuluhan secara langsung kepada siswa kami," ujar Idawati.
Setelah penyuluhan, sekolah pun mulai menegakkan disiplin. Mulai pekan ini, SMKN 18 Jakarta menerapkan aturan baru untuk mengecek SIM setiap siswa yang membawa sepeda motor ke sekolah.
"Para siswa, kan, sudah mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana berlalu lintas yang baik. Kami mau mulai pada implementasinya, dengan mendisiplinkan kepemilikan SIM dulu," ujar Idawati.
Para siswa diperbolehkan memarkir sepeda motor di halaman sekolah jika memiliki SIM. Sebaliknya, siswa yang tidak memiliki SIM hanya boleh memarkir di lahan di luar pagar sekolah. Keamanan sepeda motor siswa yang diparkir di luar pagar tentu tidak terjamin.
"Dengan cara ini, kami harapkan ada kesadaran siswa dan orangtua. Kebijakan ini nanti akan kami evaluasi dampaknya," kata Idawati.
Hamdani, petugas satpam SMKN 18 Jakarta, mengatakan, ia bertugas mengecek SIM siswa yang bersepeda motor. Siswa yang tidak punya SIM diarahkan parkir di luar sekolah.
"Memang parkir tetap dijaga, tetapi, kan, tidak seaman di dalam sekolah. Siswa tetap nekat bersepeda motor ke sekolah," ujar Hamdani.
Para siswa, kata Hamdani, mengandalkan sepeda motor untuk menuju sekolah. Selain dapat menghemat waktu saat menempuh kemacetan lalu lintas Jakarta, juga lebih irit. Naik angkutan umum dinilai lebih merepotkan dan butuh waktu lebih lama.
Editor :
Agus Mulyadi