Judul : Balada Si Roy #1
Pengarang : Gol A Gong
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Pertama, 2012
Tebal : 366 Halaman
Pengarang : Gol A Gong
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Pertama, 2012
Tebal : 366 Halaman
Novel yang pertama terbit akhir 1980-an ini kembali muncul menyapa kerinduan pembacanya pada akhir 2012 lalu. Kehadiran kembali novel serial yang terdiri dari lima jilid (10 episode) ini bukan tanpa sebab. Novel ini akan dilayarlebarkan dan sedang proses produksi oleh sebuah Production House dan naskah skenarionya ditulis langsung oleh Gol A Gong—sang penulis novel.
Novel ini mengisahkan perjalanan seseorang yang tenggelam dalam hiruk pikuk pergaulan remaja. Roy adalah sosok remaja yang terkenal bandel di sekolah. Kematian Papanya yang tewas dalam sebuah pendakian membuat Roy menjelma seorang remaja berwatak keras--orang-orang menyebutnya berandal. Namun begitu, wajah tampan yang dimilikinya membuat gadis-gadis di sekolah terpikat dan berusaha ingin mendapat perhatian lebih.
Roy pun tidak jual mahal. Siapa pun yang berusaha mendekat, pasti dia ladeni. Roy tak pandang bulu dalam berteman. Terbukti dia bisa bergaul dengan siapa saja. Teman-teman sekolah (perempuan dan laki-laki), hingga abang-abang becak sangat akrab dengannya.
Tak heran, jika sifat familiarnya menjadi magnet dan mampu menarik perhatian cewek-cewek di sekolah. Hal itu membuat Dulah berang. Di sekolah, Dulah dikenal sebagai sosok yang sering membuat keributan dan cukup sering mengganggu Roy dan teman-temannya. Sebagai remaja yang penuh gejolak, Roy tidak tinggal diam mendapat perlakuan Dulah. Pada suatu waktu mereka terlibat perkelahian. Kedua remaja itu saling beradu kemampuan untuk saling menaklukkan (halaman 31).
Roy memang dikenal bandel di sekolah. Namun, jiwa sosialnya sangat besar. Seringkali dia membantu teman-temannya yang butuh pertolongan. Dia juga tidak akan pernah mengganggu orang lain atau menyakiti seseorang jika dia tidak disakiti. Karena orangtuanya tidak pernah mengajarkan kekerasan. Dia masih memegang prinsip untuk saling menghargai. Menurutnya, hidup bukan untuk saling membenci, tapi saling mengasihi (halaman 220).
Roy memang dikenal bandel di sekolah. Namun, jiwa sosialnya sangat besar. Seringkali dia membantu teman-temannya yang butuh pertolongan. Dia juga tidak akan pernah mengganggu orang lain atau menyakiti seseorang jika dia tidak disakiti. Karena orangtuanya tidak pernah mengajarkan kekerasan. Dia masih memegang prinsip untuk saling menghargai. Menurutnya, hidup bukan untuk saling membenci, tapi saling mengasihi (halaman 220).
Roy sebenarnya berasal dari keluarga besar dan terhormat. Namun, pernikahan kedua orangtuanya ditentang oleh pihak Papa Roy. Sehingga keluarga kecil Roy tidak pernah mendapat tempat di hati keluarga besar. Bahkan, Roy dan Mamanya selalu mendapat perlakuan tidak baik setiap berkunjung ke rumah kakek-neneknya.
Penindasan dari keluarga besarnya itulah yang membuat Roy tumbuh sebagai remaja yang keras. Dia tidak akan segan-segan berbuat kasar jika ada orang yang mengganggunya, termasuk Dulah dan gank-nya, Borsalino, yang cukup terkenal di sekolah.
Sementara itu, kematian Joe, anjing peninggalan Papanya yang tewas di tangan Dulah dan kawan-kawannya waktu terjadi perkelihan membuat Roy selalu uring-uringan. Sekolahnya pun nyaris berantakan. Nilai rapornya di akhir semester nyaris semua kebakaran, alias mendapatkan angka merah. Ulahnya pun membuat dia diskors dari sekolah selama seminggu.
Mama Roy sangat sedih melihat anak semata wayangnya yang menjadi satu-satunya harapan dalam keluarganya menjadi tidak terurus. Pergaulan dan sekolahnya sama-sama payah. Tapi, Roy berusaha menenangkan Mamanya. Bahwa Roy akan baik-baik saja dan akan memperbaiki nilai-nilai sekolahnya yang anjlok.
Tapi, sebuah keputusan yang diambil Roy membuat Mamanya kembali shok. Roy akan cuti sekolah dan akan menjadi seorang avonturir alias pengembara. Roy merasa bosan dengan sekolah. Dia ingin menikmati alam, merenungi keagungan Tuhan dengan menyusurinya langsung ke beberapa tempat yang selama ini menjadi tujuan Roy (halaman 227).
Mulailah Roy bertualang. Mendaki gunung dan menyusuri beberapa kota di pulau Jawa menemani kesehariannya. Cara Roy bertualang pun tidak seperti yang biasa dilakukan para traveler di era modern. Sebagai petualang, Roy menguji adrenalinnya dengan berbagai cara untuk sampai ke tujuan. Roy selalu berpikir bahwa, menjadi laki-laki harus berani menaklukkan tantangan. Seberat apa pun hidup, harus dihadapi dengan perjuangan.
Maka, Roy pun sudah terbiasa dengan aroma kehidupan terminal dan stasiun. Bahkan, beberapa kali Roy melompat ke bak truk, kucing-kucingan dengan kondektur kereta api, lalu menyeruak di keramaian kota (halaman 273).
Uniknya, dalam perjalanannya, Roy mendisiplinkan diri mencatat hal-hal penting dalam buku catatan hariannya yang selalu dia bawa. Rekam jejak perjalanannya dia tulis dan dijadikan tulisan berseri di sebuah majalah remaja ibu kota. Di sinilah alasan Roy menjadi seorang avonturir terkuak. Roy ingin menjadi seorang penyair dan penulis terkenal berdasarkan pengalaman empirisnya di perjalanan.
Novel ini secara umum menggambarkan potret pergaulan anak muda yang dibidik pengarang lewat tokoh bernama lengkap Roy Boy. Lewat tokoh utama, Gol A Gong ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa, masa remaja adalah masa-masa penuh gejolak, penuh eksperimen dan pencarian jati diri. Seluk beluk tokoh dalam kehidupan keluarga, sekolah, bahkan pergaulannya bersama teman-temannya digambarkan pengarang dengan bahasa dan penuturan khas remaja. Membaca Balada Si Roy pembaca seolah-olah diseret untuk mengetahui pergaulan remaja di akhir 1980-an atau awal 1990-an yang menjadi setting novel setebal 336 halaman ini. [*]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar