Rabu, 23 Januari 2013

Ini Dia Kota Berbau Uang!


KOMPAS.com - Kalau ke kota yang satu itu, pastinya kecium deh bau duit! Begitu kebanyakan orang Perancis menyebutnya. Saya sendiri sempat dibuat heran! Kok ada sih kota bau uang? Asyik dong, begitu pikiran saya.
Kota itu bernama Biarritz, berada di daerah Pays basque, di belahan selatan barat Perancis. Orang menyebutnya Biarritz adalah ibu kota Pays basque bagian Perancis. Kota yang jadi buah bibir dari beberapa kenalan saya inilah yang menjadi salah satu tujuan liburan musim panas kami yang lalu.
Hirup pikuk kota besar tentu saja kami sukai. Namun untuk berlibur selama tujuh hari di daerah Pays basque, kota kecil, malah kampung istilahnya yang kami pilih sebagai tempat bermalam, Jatxou. Tak jauh dari kota turis, kotanya cabai, Espelette, kami menyewa sebuah vila.
Benar saja, untuk satu minggu di kampung itu, kami membayar lebih mahal dari harga yang biasa kami keluarkan untuk liburan, dengan perbandingan sebuah vila untuk luas dan fasilitas yang sama. Padahal, kota kecil yang kami pilih itu, benar-benar kecil! Sekeliling kami hanya ada beberapa rumah, dan selebihnya hanya perternakan. Penduduknya sekitar 1.000 orang.
Namun, pemandangan yang tersaji, memang tiada tara! Kalau sudah begitu, uang yang keluar rasanya menjadi tak berarti dibandingkan kecantikan alam yang diciptakan Sang Khalik secara gratis bagi umatNya.
Sebenarnya di daerah Pays basque ini banyak sekali yang bisa saya ceritakan, bahkan mungkin tak ada habisnya. Tak akan putus, karena setiap kota yang saya kunjungi rasanya patut, saya bagikan kepada para pembaca.
Pays basque memang masuk dalam dua negara. Bagian Prancis dan Spanyol, spesial kan? Dan kali ini saya akan memulainya dari bagian Perancisnya dulu. Kota Bourjois Biarritz yang saya pilih sebagai pembuka.
Dari tempat kami tinggal selama berlibur yaitu Jatxou menuju Biarritz, warna hijau mendominasi mata. Hijau karena, lebatnya pepohonan, rumput dan pegunungan yang seolah tebal dan subur akan tumbuhannya.
Apik nian, itu yang tersirat dalam hati. Apalagi rumah-rumah cantik ciri khas Pays basque, dengan jendela berwarna merah, hijau dan biru, membuat napas teralur lambat, ingin menikmati secara perlahan.
Mendekati kota Biarritz, lukisan natural yang terlewat dari kaca mobil, mulai terlihat berubah. Bangunan besar megah dan mewah (kalau menurut saya) mulai menggantikan hijaunya alam. Dan pantai dengan ombak besar yang menyambut kerlingan mata.
Kalau tadi mobil kami lancar, kini mulai tersendat mengantre karena masuk ke dalam kota Biarritz. Setelah mendapatkan tempat parkir, begitu keluar dari ruangan bawah tanah tempat mobil beristirahat, angin kencang yang menerpa tubuh kami. Angin yang tak dingin karena berasal dari laut dan suhu udara sejuk. Saat itu musim panas, tapi suhu tak lebih dari 25 derajat. Buat saya yang biasa di Perancis selatan, suhu tersebut adalah untuk musim gugur di siang hari.
Inilah Biarritz, kota yang katanya berbau uang. Pantai besar, padat dengan turis dari mancanegara. Para perselancar, berbadan gelap, akibat terbakar matahari, terlihat mempesona, berada di atas papan, meluncur, bermain dengan si ombak. Sementara para pengunjung wanita, kulit mereka yang sengaja dijemur, terlihat legam. Semakin hitam, semakin suka rasanya mereka mendapatkannya.
Kota ini bagi saya unik. Karena kemewahan dari gedung-gedung kokoh di daratannya, beragam sekali. Dekat pantai, campur baur, dari bangunan mewah peninggalan lama, bagaikan dalam dongeng pangeran dan putri mencari cinta. Namun juga berbaur dengan bangunan moderen.
Satu hal yang saya hargai, bangunan baru yang berdiri dekat pantai masih bisa diterima oleh hati. Karena kerap daerah wisata yang justru menyajikan keindahan alamnya, jadi rusak akibat gedung menjulang tanpa memikirkan segi estetik, sehingga membuat mata menjadi terganggu oleh sebuah bangunan yang hanya berlapis beton dan kaca. Tanpa memikirkan segi keindahan penampilan.
Pantai utama ‘la grand plage de Biarritz’ yang menyatu dengan kotanya. Tentu saja dari jauh saya melihatnya bagaikan sebuah kartu pos yang ditawarkan di toko-toko, bagi pengunjung untuk membagi kesenangan yang mereka dapatkan selama liburan kepada para kerabatnya, dalam sebuah tulisan.
Pemandangan yang rapat dan padat akan warna-warni, oleh payung pelindung matahari dan handuk pantai pengunjung. Tak jauh dari pantainya, berjejer beberapa kafe dan restoran. Soal harga, sudah bisa ditebak, lumayan mahal kalau menurut ukuran keuangan saya. Tapi memang menghirup secangkir kopi pahit sambil memandang laut tak berhujung, merupakan sebuah kenikmatan.
Dari pantai memang yang terlihat pertama kali adalah sebuah bangunan besar. Setelah saya dekati rupanya merupakan kasino. Tempat para manusia yang senang beradu keberuntungan. Jika beruntung, keluar bangunan itu, kantung akan lebih tebal, jika apes, meratap tentunya.
Ahhh... apa mungkin karena kasino inilah yang membuat kota Biarritz terkenal dengan sebutan kota berbau uang?
Untuk lebih jelasnya, saya pun melangkah memasuki tempat informasi turis, ditemani oleh Kang Dadang alias David dan dua anak kami.
Saya pun menjelaskan maksud kedatangan dengan menunjukkan kartu pers saya. Akhirnya seorang wanita berjas hitam keluar menemui saya untuk berbincang mengenai kota yang sedang saya datangi itu.
Hal ini sangat saya hargai, karena biasanya, pegawai di kantor wisata, hanya memberi saya berkas-berkas, khusus wartawan dimana segala informasi bisa saya dapatkan.
Mengapa disebut kota uang? Itulah pertanyaan yang keluar pertama kali karena dari tadi sudah menggelitik kerongkongan saya.
"Sebenarnya istilah Biarritz Kota Uang terdengar sedikit negatif," begitu tutur wanita yang ada di hadapan saya.
Hanya hal itu memang dipengaruhi beberapa faktor. Dimulai pada abad ke 18, kota Biarritz yang memiliki keindahan pantai dari ombaknya Samudra Atlantik ini dipilih oleh kalangan medis untuk terapi air.
Aneh sekali, terapi awalnya adalah bagi mereka yang mengalami gangguan jiwa. Tubuh mereka diselamkan dalam air, dengan harapan kencangnya ombak bisa membuat shock pikiran dan kembali menjadi normal. Sayangnya, bukannya jadi sembuh, yang ada malah banyak yang tenggelam dan kehilangan nyawa.
Barulah tahun 1800, resor terapi air ini berubah sebagai tempat untuk meditasi agar tubuh menjadi rileks. Dan delapan tahun kemudian, Napoleon  I dan istrinya Joéphine datang ke kota resor pantai itu, untuk menemani kakak mereka yang menjalani terapi, yang membuat keduanya berdiam selama beberapa bulan.
Kisah cinta Napoleon III dengan permaisuri, María Eugenia Ignacia Augustina, keturunan Spanyol di Biarritz ini juga membuat kota ini terkenal dengan sebutan ‘Ratu Pantai dan Pantai Raja’.  Pasangan tersebut selama kurun waktu 14 tahun kerap kembali ke kota ini untuk berlibur.
Tidak hanya Raja dan Ratu Perancis saja yang memilih kota ini sebagai tempat berlibur untuk membuat tubuh menjadi rileks, beberapa raja dan ratu dari negara lainnya turut memilih kota ini untuk menghabiskan masa istirahat mereka. Kalangan bangsawan dari mancanegara pun tergoda untuk mencoba memilih fasilitas mewah yang ditawarkan oleh resor pantai di sini.
Zaman dahulu, belum ada peraturan cuti dibayar. Maka, hanya mereka yang memiliki uang banyak yang bisa menikmati liburan, tanpa pusing memikirkan gaji mereka akan berkurang akibat tak bekerja. Dan di kota Biarritz inilah kebanyakan para kaum borjuis yang datang menikmati vakansi di resor pantai ini untuk berselancar, melepas keletihan tubuh dengan pelayanan perawatan badan atau hanya sekadar berjemur sambil menikmati minuman koktail.
"Tapi mengapa di kota ini dan sekitarnya? Kan banyak kota lainnya yang juga memiliki panorama rupawan lengkap dengan pantai dan lautnya yang memikat?" tanya saya penasaran.
Rupanya, suhu di sini sangat mempengaruhi pilihan wisatawan. Di mana saat musim dingin, udara kerap tak pernah membeku. Mereka menyebutnya udara lembut di musim dingin, karena tak membuat menggigil. "Dan di musim panas, biasanya tak pernah terlalu panas, tak seperti di Perancis selatan," tutur wanita tersebut.
Benar sekali! Karena di kota saya Montpellier yang berada di Perancis selatan, saat musim panas, bukan main, gahar benar si raja api itu membakar tubuh kami rasanya. Sampai-sampai, untuk keluar pun kami dibuat malas… saking panasnya! Perbandingannya adalah, di kota saya, suhu 40 derajat jadi langganan di musim panas. Di kota Biarritz ini, katanya, suhu 40 derajat itu adalah rekor yang terjadi di tahun 2003. Wah enak sekali…
Jadi, menurut wanita yang berkecimpung di bidang pariwisata itu, mengapa ada istilah kota Biarritz berbau uang, lebih karena sejarahnya. Meskipun tak bisa dihindari, sebutan itu masih boleh dibilang berlaku hingga saat ini. Karena memang banyak kalangan kelas atas yang memilih kota Biarritz sebagai tempat tinggal dan berlibur.
Sesuai dengan petunjuk dari petugas pariwisata tersebut, kami pun memulai menjelajahi kota ini. Benar sekali, pantai Biarritz yang luas, sangat enak dipakai sebagai jalan kaki. Tujuan kami yang pertama saat itu adalah melihat karang perawan, karena pas di depan museum laut di mana, kedua anak kami sudah tak sabar ingin segera mengunjunginya.
Karang perawan! Primadona yang digunakan sebagai foto kartu pos. Begitu terkenal, karena batu karang ini menyerupai lambung kapal yang panjang, dengan patung Maria di atasnya. Unik, karena dalam batu karang dibuat sebuah lorong mengakses ujung dermaga. Dari bagian atas batu karang ini, kita dapat mengagumi Teluk Biarritz, dua sisi pantai, dari bagian Basque hingga Pyrenées.
Puas mengagumi hasil pahatan alam, kami segera menuju museum laut. Mengejar atraksi yang sudah tak sabar dinantikan anak kami, yaitu memberi makan bayi anjing laut. Museum ini, sangat menarik, khususnya bagi para wisatawan yang datang dengan anak-anak mereka. Tapi mereka yang belum berkeluarga saja banyak yang ikutan antre. Pantas saja begitu beken, museum ini, karena memang sangat menarik!
Museum yang dibangun tahun 1933 ini tidak hanya berisi aquarium, namun juga memamerkan berbagai jenis peralatan yang berhubungan dengan air dari zaman dulu hingga saat ini lengkap dengan keterangannya. Satu ruangan menyediakan kolam di mana para pengunjung bisa menyentuh langsung binatang dan hewan laut. Menonton bagaimana para petugas, memberi makan ikan hiu. Sayangnya, pertunjukan ini  hanya tiga kali seminggu dan saat itu, kami tak beruntung.
Tapi untungnya masih ada atraksi menarik yang bisa kami tonton yaitu memberikan makan kepada anjing laut. Sambil memberikan makan kepada anjing laut, petugas hewan tersebut menerangkan latar belakang dan kebiasaan setiap anjing laut yang ada di sana. Bahkan beberapa bayi anjing laut yang telah lahir dan kini menjadi ibu juga diperkenalkan kepada penonton. Tentu saja hal ini membuat anak-anak yang melihatnya terpesona. Atraksi ini hanya dilakukan dua kali sehari, pagi dan sorenya. Sayangnya animasi ini dalam bahasa Perancis saja.
Berhubung waktu makan sudah tiba, kami pun mencari santapan sesuai dengan buku petunjuk kami. Kami menemukan daerah pelabuhan tua yang dibangun tahun 1870. Dulunya pelabuhan ini digunakan bagi para nelayan. Bahkan ada kota kecilnya (istilahnya), di mana para nelayan bisa beristirahat di sana. Kini lebih menjadi tempat turis, keindahan dari tempat kecil ini masih memikat.
Pantai yang berada seolah menjadi teluk sangat nyaman dipakai sebagai tempat bersantai. Beberaparestoran menyajikan masakan khas setempat. Kali itu kami berempat memilih sajian laut. Ikan bakar hasil tangkapan pagi itu, dan cumi bakar kegemaran saya. Nikmat sekali dan soal harga, sangat sesuai dengan kualitas makanan dan pelayanan yang simpatik.
Setelah perut merasa senang karena telah diisi dengan sajian nikmat, kami memutuskan untuk menyusuri pantai Biarritz. Suami dan kedua anak saya kalau sudah bertemu dengan pantai dan laut, lupa diri!
Handuk pantai segera ditebarkan dan mereka bertiga langsung asyik bermain pasir dan bermain ombak. Saya yang saat itu tak bisa ikut mereka berenang, memilih menikmati kotanya saja. Apalagi menurut, petunjuk yang saya baca, kota Biarritz sangat asyik dinikmati dengan berjalan kaki. Dan tentunya, karena saya sudah mengincar sepatu sendal ciri khas Basque (dari kain kanvas dan alasnya dari karet serta sulaman rami) juga kue khas daerah sini yang katanya lezat sekali.
Jadilah saya berkeliling kota sendirian. Wow... saya berkali-kali berdecak kagum, bukannya apa-apa. Selama saya  berjalan, mata ini kerap dihadang oleh bangunan indah dan mewah, khas para bangsawan yang mana masih merupakan tempat tinggal penduduk setempat. Juga hotel-hotel luksnya.
Butik-butiknya tak kalah menarik, hanya saja yang saya incar hanya satu yaitu toko sepatu Paregabia. Berbagai model ditawarkan, dan warnanya sangat memikat. Harganya, dari yang tak terlalu mahal hingga ratusan. Saya hanya mengincar model klasik, yang biasa dipakai untuk santai. Empat pasang sepatu sandal espadrille pun saya beli, bukan untuk saya semua tentunya, tapi untuk suami dan kedua buah hati. Sengaja saya pilih yang warnanya menyolok, biar kelihatan lebih chic!
Tujuan berikutnya adalah mengincar dua toko kue yang menurut orang tak boleh dilewatkan yaitu Maison Adam dan Paries. Di Maison Adam (membuat saya senang karena namanya sama dengan anak sulung saya), beberapa kotak berisi macarons saya beli. Hanya ada satu rasa, tapi dijamin sekali makan langsung ketagihan!!
Saya sampai kaget, karena memang benar seperti yang dibilang kebanyakan orang makan macarons Adam dari Biarritz bisa jadi ketagihan! Beberapa cokelat pun saya beli di toko kue ini, sebagai oleh-oleh, karena bungkusnya tertera tulisan Adam. Tentu saja saya tambah semangat membelinya sebagai hadiah kepada kerabat.
Di toko kue Paries, mouchous yang saya beli dengan pilihan berbagai rasa tentunya. Mouchou adalah kue seperti macarons tapi lebih lembut dan empuk tidak garing seperti macarons layaknya. Dan berisi adonan dari kacang almond. Soal rasa, sekali lagi, saya ketagihan. Dua kue ini asli membuat liburan saya bertambah dua kilo dalam seminggu! Pasalnya, sekali makan sulit berhenti.
Menjelang sore pun saya kembali bergabung dengan suami dan anak-anak saya. Mereka masih saja asyik bergurau dengan Samudra Atlantik. Saya lihat, anak sulung saya dibuat terkekeh-kekeh karena terhempas ombak, lalu terseret kakinya yang tadinya di pantai hingga ke dalam laut. Untungnya, pengawasan di pantai daerah Pays basque ini sangat ketat!
Pasalnya hanya daerah tertentu yang diperbolehkan bagi pengunjung untuk berenang. Itupun sangat dibatasi. Sekali pengunjung yang mencoba bandel melewati garis yang telah ditentukan, langsung para pengawas meniupkan peluit dan memintanya untuk kembali ke jalur aman.
Sementara bagi para perselancar, kebebasan mereka memang sangat luas. Kami beruntung, saat itu sedang berlangsung kompetisi internasional berselancar. Dari pantai tempat kami, mata ini bisa dengan puas melihat bagaimana para peselancar bermain di atas ombak dengan papan mereka. Magnifique! Tak saya pungkiri, selama kami berada di Pays basque, hampir setiap harinya kami selalu mampir ke kota Biarritz, karena tak membosankan. Pantainya, kotanya dan tentunya untuk kue-kuenya yang lezat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar