Rabu, 23 Januari 2013

Spanyol Pinggiran yang Satu Ini Memang Keren!


KOMPAS.com - Spanyol pinggiran? Mungkin itu hanya istilah kami saja saat mendatangi tempat ini. San Sebastian atau dikenal dengan Donostia dalam bahasa basques. Disebut "pinggiran" karena memang berbatasan dengan Perancis, dan kota ini berada di pesisir laut Cantabrico.
Bila saya menganggapnya menawan atau keren seperti seruan yang keluar dari mulut anak kami saat mobil kami memasuki kota ini, karena saat memasuki perbatasan Spanyol, terus terang bukan pemandangan yang asyik dilihat mata. Pemukiman sedikit kumuh membuat kami menjadi tak semangat pada awalnya. Karena mengira akan seperti itukah yang tersajikan nantinya? Ditambah macet, lengkaplah pula rasanya rasa ketir.
Pelan-pelan, jalanan mulai lancar, dan pemandangan tak sedap berganti cerah. Suasana kota campuran moderen dengan kuno membuat mata membesar, sibuk menangkap gambaran yang terlewat dari balik jendela.
Pantai!!! Itu yang diserukan si kecil! Kang Dadang (David) dan anak-anak saya, memang penggemar berat pantai. Kalau bisa mungkin punya rumah di pinggir pantai.
Setelah menemukan tempat parkir yang mendeteksi keluar masuknya kendaraan dengan sistim scaner, akhirnya kami berhasil menemukan satu tempat kosong. Memang yang berbau canggih kadang bikin bingung dan membuat kita merasa gagap teknologi.
Ohhh, indahnya... saat mata ini berpadu dengan luasnya laut tak terbatas. Saya sudah terbiasa dengan pantai, apalagi rumah saya hanya sepuluh menit dari pinggir laut. Istilahnya sarapan pagi di akhir minggu sambil memandang keindahan pantai dan lautan sudah menjadi hal yang lumrah. Tapi pantai yang ditawarkan saat itu di hati saya, memang sangat menyentuh. Terbeli sudah jantung ini, karena dibuat berdetak kencang.
Luas sekali pantainya, dan saat kaki ini menyentuh pasir, wow! Kok sensasi yang saya rasakan mirip seperti berjalan di dalam salju ya? Saking tebalnya pasir! Kalau saya boleh imajinasikan, serasa dibenamkan dalam garam, kresek-kresek begitulah.
Di mana tepatnya San Sebastian ini? Kota yang juga dikenal dengan sebutan Donostia, berada di sebelah utara Spanyol dan merupakan ibu kota dari Provinsi Gipuzkoa (bahasa basque).
San Sebastian merupakan sebuah bandar, dengan pesisir pantai yang memukau. Meliuk membentuk teluk dengan air laut yang berwarna biru kehijauan, hanya 20 km dari Perancis. Pada masa Perang Dunia I kota San Sabstian sudah dikenal sebagai kota kosmoplitan.
Mata Hari nama aslinya adalah Margaretha Geertruida (penari yang juga merangkap sebagai mata-mata pada Perang Dunia I), Maurice Ravel (komposer terkemuka Perancis), Maria Cristina, Ratu Spanyol yang memilih kota San Sebastian sebagai tempat tinggalnya, saat suaminya Raja Alfonso XII, wafat. Masih banyak lagi para tokoh terkemuka yang sudah jatuh hati dengan Donostia ini dan menjadikan sebagai tempat liburan dengan membangun kastil kediaman mereka.
Karena itulah, bangunan tua megah peninggalan masa kejayaan masih banyak tertinggal dan terawat. Asyik sekali dinikmati dan menjadi obyek indah foto. Kota urbanis ini memiliki teluk menawan dengan tiga pantainya yang terkenal, Zurriola, Ondarreta dan la Concha. Yang terakhir ini la Concha, merupakan primadonanya.
Bayangkan, saat kita berada di pantai dengan kelembutan pasir berwarna keemasan dan tebal, dua pemandangan ditawarkan begitu aduhai. Sisi kotanya, bangunan dari bebatuan, seolah dipahat menjadi istana yang indah. Sisi lautnya, warna biru kehijauan mengeluarkan busa putih hasil deburan gelombang.
Sejauh mata ini melihat, batas laut tak akan bisa tertangkap, hanya kapal-kapal saja yang berlayar, membuat kita menebak tujuan mereka.
Yang membuat saya begitu terpesona dengan Donostia adalah teluk pantai la Concha, yang berbentuk bagaikan bulan sabit dan di atasnya terdapat trotoar luas. Saya bilang luas, karena memang sangat besar!! Suka sekali kaki ini berjalan sepanjang trotoar tersebut! Bangku duduk di mana-mana, lalu lalang orang yang melakukan olah raga lari, pasangan yang bermesaraan, orang tua dengan anak mereka berjalan santai sambil sesekali berhenti menikmati lautan atau hanya sekadar burung camar yang terbang mendekat, hingga restoran menjadi santapan mata.
Tapi tentunya yang paling banyak ditemui adalah mereka yang sibuk berpose, demi mendapatkan gaya yang keren sebagai kenangan hasil liburan di Spanyol utara ini.
Sebelum kami mengunjungi kota tuanya, kedua anak kami sudah merengek agar segera menaiki kereta furnikular (kereta kabel), yang membawa kita ke atas bukit Monte Igueldo. Untuk mencapai stasiun kereta kabel, kami memilih dengan berjalan kaki sepanjang trotoar dengan pemandangan pantai la Concha yang bertemu dengan pantai Ondarreta.
Anak-anak ingin ke Monte Igueldo karena menurut petugas pariwisata, di sana terdapat taman bermain. Naik furnikular, harganya murah, kurang lebih 3 euros, setiap 15 menit selalu ada, mulai pukul 10.00 hingga 22.00. Tentu saja menaiki kereta kayu model kuno itu, membuat anak kami kegirangan.
Setelah sampai di atas, ahhh... ada rasa kecewa. Karena taman bermain yang kami temukan, merupakan taman atraksi bagaikan di Dufan di Ancol tapi sangat kuno!
Sambil berbisik, saya berguman kepada Kang Dadang, jika gambaran yang diberikan petugas pariwisata tadi, rasanya tak tepat! Tapi melihat si kecil malah loncat-loncat kegirangan, jadilah kami turuti keinginannya bermain. Naik mobil-mobilan dan sebagainya. Terus terang, saya dan suami bukan tipe yang senang dengan hiburan semacam ini, tapi namanya orang tua, menyenangkan anak, rasanya kewajiban...
Puas bermain kami mulai menikmati keindahan yang tersebar dari atas bukit. Kota San Sebastian semakin terlihat penuh keindahan. Monte Urgull, sebuah bukit yang berada antara kota tua San Sebastian dan Paseo Nuevo, juga turut menjadi bagian dari panorama cantik yang terlihat. Di sinilah, tempat yang cocok  untuk mengabadikan sebuah foto kenangan. Kota tua, pantai dan laut serta bukit, menjadi latar belakang yang sempurna.
Turun dari Monte Igueldo, kami menuju pantai Ondarreta, pantai yang terkenal karena bagian tepinya terdapat karang raksasa, di mana, hasil pahatan Eduardo Chillida dipajang untuk umum, seolah memang merupakan bagian dari pantai tersebut.
Seniman Chillida, memang kelahiran Donostia San Sebastian. Dia seorang seniman terkenal yang maha karyanya telah meraih banyak penghargaan dan dipamerkan di banyak negara.
Pahatan dari besi karyanya yang tertancap di karang dan pantai merupakan peleburan antara air dan daratan. Perpaduan yang memesona yang kini menjadi tempat para penduduk setempat dan para turis datang untuk menikmati hari santai, sambil melihat pameran terbuka.
Saat jam menunjukkan pukul 14.30 kami memutuskan untuk mencari santap siang. Kalau menurut ukuran normal, ini namanya makan telat! Tapi di Spanyol, jam makan itu sangat telat dibandingkan negara lainnya. Sarapan mulai pukul 10 pagi, makan siang mulai 14.00 dan makan malam lebih parah lagi, baru bisa dinikmati setelah jam 9 malam!
Makanan yang terkenal di daerah ini adalah 'pintxos' yakni sejenis sandwich kecil dengan berbagai macam isi sesuai selera. Tentu saja menu tapas sudah pasti merupakan jenis makanan khas di sini.
Bagi Anda yang Muslim, dalam memilih pintxos atau tapas sebaiknya menanyakan satu persatu dengan teliti isinya. Karena pintxos kebanyakan berasal dari daging babi.
Daging asap yang menurut masyarakat setempat sangat disukai. Kami memilih kentang goreng bersaus, cumi dan beberapa sandwich yang berisi ikan tuna dan telur.
Benar! Pintxos si sandwich kecil tersebut enak sekali dimakan! Karena kecil rasa kenyangnya, jadi lama, dan yang ada kami harus membeli lumayan banyak. Rupanya kecil-kecil dengan harga antara 2 sampai 4 euros satunya, ternyata saat membayar menjadi angka yang lumayan mengejutkan!!
Kekenyangan dengan santap siang, waktunya mengukur jalan, alias meneruskan perjalanan wisata.
Dalam kota tua San Sebastian, banyak sekali yang bisa didatangi. Gereja-gerejanya yang cantik, beberapa museum yang wajib dikunjungi, seperti museum naval khususnya bagi penggemar laut. Dan tentunya museum Chillida. Di sana, hasil seninya dipajang secara memukau, baik di tamannya dengan pahatan raksasa, ataupun dalam bangunan museum hasil goresan tangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar