Menyeberangi sungai, melewati hutan, mendaki bukit, dan berjalan kaki berjam-jam untuk sampai ke sebuah lokasi pastilah sangat melelahkan. Tapi, apa artinya kelelahan jika sampai di lokasi nanti yang didapati adalah mutiara-mutiara bangsa yang harus dididik?
Pengalaman seperti itu dirasakan oleh hampir setiap sarjana muda yang mengemban tugas mulia mengajar di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Kelelahan tak bisa mengalahkan tugas mulia di sana.
"Perjalanan pulang ke rumah dari sekolah harus menempuh jalan kaki sejauh 5 KM, di kecamatan Sebuku, kabupaten Nunukan, Kalimantan timur," tulis Mukhlis, salah seorang sarjana mengajar di Kabupaten Nunukan, melalui group Facebook SM3T (Sarjana Mendidik Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal), (7/10/2013).
Menjadi abdi negara menjadi tugas mulia bagi anak bangsa. Apalagi, jika mengabdi dengan mengajar di daerah 3T yang jauh dari berbagai fasilitas kota.
Kondisi di wilayah-wilayah 3T tersebut memang masih sangat memprihatinkan. Angka kekurangan guru masih tinggi, disparitas kualitas, mismatched, distibusi tidak merata, tingginya angka putus sekolah, hingga rendahnya angka partisipasi sekolah, memerlukan perhatian khusus dari pemerintah untuk perbaikan-perbaikan.
"Memang, spiritnya adalah jangan sampai Indonesia itu maju sebagian. Indonesia itu harus maju bersama-sama, dan seluruh wilayah harus maju. Namun, pada kenyataannya kita masih menemukan daerah daerah yang sesungguhnya belum Indonesia beneran. Itu yang menjadi tugas kita," ujar Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Dikti Kemdikbud, Supriadi Rustad, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sejak 2011 lalu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melalui Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Ditjen Dikti) telah mengeluarkan program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia (MBMI). Salah satu program terobosan yang diunggulkan adalah Sarjana Mendidik di wilayah 3T (SM-3T).
Hingga 2012, SM-3T telah menghasilkan lebih dari lima ribu sarjana mendidik dalam proggram ini. Program ini berpartisipasi terhadap percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T selama satu tahun, selain juga sebagai media penyiapan guru profesional.
Rustad mengatakan, program SM-3T dijalankan sebagai solusi jangka pendek sekaligus jangka panjang. Untuk jangka panjang, MBMI menyiapkan ketersediaan pendidik di daerah 3T.
"Program ini ditempuh melalui pengasramaan anak-anak berbakat dari daerah 3T di LPTK terkemuka di negeri ini dalam skema Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi (PPG-T) mulai 2011," katanya.
120 jam pelajaran
Pengiriman peserta Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) telah dilakukan dua angkatan. Angkatan pertama sebanyak 2479 peserta diberangkatkan ke provinsi Aceh, Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur, dengan masa pengabdian mulai November 2011 hingga Oktober 2012. Sedangkan angkatan kedua sebanyak 2726 peserta diberangkatkan ke provinsi Aceh, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Maluku dengan masa pengabdian mulai November 2012 hingga Oktober 2013.
Daerah 3T memiliki peran strategis dalam memperkokoh ketahanan nasional dan keutuhan NKRI. Untuk itu perlu percepatan pembangunan pendidikan di daerah tersebut. Dengan memberdayakan sarjana pendidikan melalui program SM-3T ini, akan memberikan pengalaman pengabdian dan cinta tanah air kepada sarjana-sarjana baru ini.
Sarjana yang bisa mendaftarkan diri untuk mengikuti program ini merupakan lulusan S-1 kependidikan empat tahun terakhir, dari program studi yang terakreditasi. Lulusan tersebut juga harus memiliki bidang keahlian sesuai dengan mata pelajaran yang dibutuhkan.
Selain memiliki IPK minimal untuk program ini adalah 3.0, calon peserta juga harus berbadan sehat yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter, serta bebas narkotika, psikotropika, dan zat adiktif yang dibuktikan dengan surat dari pejabat yang berwenang.
Program SM-3T setiap tahunnya mengalami perbaikan-perbaikan dari sisi rekrutmen maupun teknis pelaksanaannya. Di tahun pertama, jumlah peserta yang direkrut untuk program ini adalah 2.449 orang, yang berasal dari 12 LPTK penyelenggara. Mereka disebar di empat provinsi dengan sistem seleksi langsung dari LPTK.
Pada tahun kedua, 2.950 lulusan terpilih dan disebar di delapan provinsi. Proses perekrutan pun dilakukan secara online dan melalui LPTK. Jika di tahun pertama peserta yang berasal dari daerah 3T ditugaskan kembali di daerahnya, maka di tahun ke dua tidak lagi. Mereka ditugaskan di daerah 3T lainnya.
Namun, sebelum berangkat ke daerah sasaran, para peserta SM-3T diberikan pelatihan pra-kondisi, baik akademik maupun non-akademik untuk mengabdi. Program prakondisi ini terdiri dari workshop pengembangan perangkat pembelajaran dan evaluasi, juga pelaksanaan tugas kependidikan pada kondisi tertentu, dan manajemen sekolah. Selain itu, mereka juga diberi pembinaan mental, wawasan kebangsaan, bela negara, ketahanmalangan, kepramukaan, kepemimpinan, P3K dan UKS, serta pelatihan keterampilan sosial kemasyarakatan.
Prakondisi ini berlangsung selama 120 jam pelajaran atau sekitar 12 hari. Setelah dibekali berbagai aspek, selama satu tahun ke depan mereka harus menjalankan tugas pendidikan, pembelajaran, dan pengabdian/pemberdayaan masyarakat. Usai bertugas, mereka kembali ke kampus untuk menjalani program pendidikan profesi guru (PPG).
Selama satu tahun mengabdi, banyak pengalaman yang mereka peroleh. Seperti dituturkan Candra Aprianti, guru di SDN Bilaos Amfoang Utara, jika hujan datang ia harus tidur berdiri agar tidak basah, bahkan tidak tidur sama sekali. Program ini, menurut dia, membuatnya tumbuh dewasa dengan penuh rasa syukur.
"Kami tidak pernah menyesal, semua ini kami lakukan demi masa depan kami dan bangsa," tuturnya.
Beberapa dari peserta awalnya termotivasi untuk mengikuti program ini karena bonus yang ditawarkan. Setelah sampai di lokasi, mereka sempat syok dengan kondisi masyarakat di sana. Namun setelah di sana, bonus menjadi urusan ke sekian, mereka fokus dan bangga untuk menjadi bagian untuk mencerdaskan bangsa.
Tak hanya peserta. Para siswa juga sangat merasakan manfaat program ini. Menurut penuturan salah seorang siswa di Biak Numfor, mereka sangat senang dengan kehadiran para guru ini.
"Saya senang bantu bapak atau ibu guru, karena kalau mereka mengajar saya tara (tidak) dipukul,” katanya.
Sarjana lulusan program studi kependidikan, sebelum menempuh PPG (Program Profesi Guru), diberi kesempatan mengikuti 1 tahun program SM3T untuk mengajar di daerah 3T. Selesai mengikuti program SM3T, mereka diutamakan untuk bisa mengikuti PPG. Ternyata prestasi peserta SM-3T cukup bagus.
Berdasarkan evaluasi, program SM3T boleh dikatakan berhasil. Selain kualitas peserta semakin bagus, peminat program ini juga meningkat. Ditjen Dikti banyak menerima surat dari wilayah yang meminta tambahan kuota guru dari SM3T. Padahal, semula program ini dikhawatirkan akan ditolak oleh daerah. Ternyata yang mendaftar sebagai guru tiga kali lebih banyak dari yang dibutuhkan.
Untuk menjangkau anak usia sekolah di daerah tersebut, Ditjen Dikti menyelenggarakan program Pendidikan Guru 3T (PG3T), yaitu anak-anak dari 3T diberi beasiswa di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Setelah lulus, mereka kembali lagi ke daerahnya untuk menjadi guru profesional. (ALINE/ARIFAH)
Pengalaman seperti itu dirasakan oleh hampir setiap sarjana muda yang mengemban tugas mulia mengajar di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Kelelahan tak bisa mengalahkan tugas mulia di sana.
"Perjalanan pulang ke rumah dari sekolah harus menempuh jalan kaki sejauh 5 KM, di kecamatan Sebuku, kabupaten Nunukan, Kalimantan timur," tulis Mukhlis, salah seorang sarjana mengajar di Kabupaten Nunukan, melalui group Facebook SM3T (Sarjana Mendidik Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal), (7/10/2013).
Menjadi abdi negara menjadi tugas mulia bagi anak bangsa. Apalagi, jika mengabdi dengan mengajar di daerah 3T yang jauh dari berbagai fasilitas kota.
Kondisi di wilayah-wilayah 3T tersebut memang masih sangat memprihatinkan. Angka kekurangan guru masih tinggi, disparitas kualitas, mismatched, distibusi tidak merata, tingginya angka putus sekolah, hingga rendahnya angka partisipasi sekolah, memerlukan perhatian khusus dari pemerintah untuk perbaikan-perbaikan.
"Memang, spiritnya adalah jangan sampai Indonesia itu maju sebagian. Indonesia itu harus maju bersama-sama, dan seluruh wilayah harus maju. Namun, pada kenyataannya kita masih menemukan daerah daerah yang sesungguhnya belum Indonesia beneran. Itu yang menjadi tugas kita," ujar Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Dikti Kemdikbud, Supriadi Rustad, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sejak 2011 lalu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melalui Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Ditjen Dikti) telah mengeluarkan program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia (MBMI). Salah satu program terobosan yang diunggulkan adalah Sarjana Mendidik di wilayah 3T (SM-3T).
Hingga 2012, SM-3T telah menghasilkan lebih dari lima ribu sarjana mendidik dalam proggram ini. Program ini berpartisipasi terhadap percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T selama satu tahun, selain juga sebagai media penyiapan guru profesional.
Rustad mengatakan, program SM-3T dijalankan sebagai solusi jangka pendek sekaligus jangka panjang. Untuk jangka panjang, MBMI menyiapkan ketersediaan pendidik di daerah 3T.
"Program ini ditempuh melalui pengasramaan anak-anak berbakat dari daerah 3T di LPTK terkemuka di negeri ini dalam skema Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi (PPG-T) mulai 2011," katanya.
120 jam pelajaran
Pengiriman peserta Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) telah dilakukan dua angkatan. Angkatan pertama sebanyak 2479 peserta diberangkatkan ke provinsi Aceh, Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur, dengan masa pengabdian mulai November 2011 hingga Oktober 2012. Sedangkan angkatan kedua sebanyak 2726 peserta diberangkatkan ke provinsi Aceh, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Maluku dengan masa pengabdian mulai November 2012 hingga Oktober 2013.
Daerah 3T memiliki peran strategis dalam memperkokoh ketahanan nasional dan keutuhan NKRI. Untuk itu perlu percepatan pembangunan pendidikan di daerah tersebut. Dengan memberdayakan sarjana pendidikan melalui program SM-3T ini, akan memberikan pengalaman pengabdian dan cinta tanah air kepada sarjana-sarjana baru ini.
Sarjana yang bisa mendaftarkan diri untuk mengikuti program ini merupakan lulusan S-1 kependidikan empat tahun terakhir, dari program studi yang terakreditasi. Lulusan tersebut juga harus memiliki bidang keahlian sesuai dengan mata pelajaran yang dibutuhkan.
Selain memiliki IPK minimal untuk program ini adalah 3.0, calon peserta juga harus berbadan sehat yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter, serta bebas narkotika, psikotropika, dan zat adiktif yang dibuktikan dengan surat dari pejabat yang berwenang.
Program SM-3T setiap tahunnya mengalami perbaikan-perbaikan dari sisi rekrutmen maupun teknis pelaksanaannya. Di tahun pertama, jumlah peserta yang direkrut untuk program ini adalah 2.449 orang, yang berasal dari 12 LPTK penyelenggara. Mereka disebar di empat provinsi dengan sistem seleksi langsung dari LPTK.
Pada tahun kedua, 2.950 lulusan terpilih dan disebar di delapan provinsi. Proses perekrutan pun dilakukan secara online dan melalui LPTK. Jika di tahun pertama peserta yang berasal dari daerah 3T ditugaskan kembali di daerahnya, maka di tahun ke dua tidak lagi. Mereka ditugaskan di daerah 3T lainnya.
Namun, sebelum berangkat ke daerah sasaran, para peserta SM-3T diberikan pelatihan pra-kondisi, baik akademik maupun non-akademik untuk mengabdi. Program prakondisi ini terdiri dari workshop pengembangan perangkat pembelajaran dan evaluasi, juga pelaksanaan tugas kependidikan pada kondisi tertentu, dan manajemen sekolah. Selain itu, mereka juga diberi pembinaan mental, wawasan kebangsaan, bela negara, ketahanmalangan, kepramukaan, kepemimpinan, P3K dan UKS, serta pelatihan keterampilan sosial kemasyarakatan.
Prakondisi ini berlangsung selama 120 jam pelajaran atau sekitar 12 hari. Setelah dibekali berbagai aspek, selama satu tahun ke depan mereka harus menjalankan tugas pendidikan, pembelajaran, dan pengabdian/pemberdayaan masyarakat. Usai bertugas, mereka kembali ke kampus untuk menjalani program pendidikan profesi guru (PPG).
Selama satu tahun mengabdi, banyak pengalaman yang mereka peroleh. Seperti dituturkan Candra Aprianti, guru di SDN Bilaos Amfoang Utara, jika hujan datang ia harus tidur berdiri agar tidak basah, bahkan tidak tidur sama sekali. Program ini, menurut dia, membuatnya tumbuh dewasa dengan penuh rasa syukur.
"Kami tidak pernah menyesal, semua ini kami lakukan demi masa depan kami dan bangsa," tuturnya.
Beberapa dari peserta awalnya termotivasi untuk mengikuti program ini karena bonus yang ditawarkan. Setelah sampai di lokasi, mereka sempat syok dengan kondisi masyarakat di sana. Namun setelah di sana, bonus menjadi urusan ke sekian, mereka fokus dan bangga untuk menjadi bagian untuk mencerdaskan bangsa.
Tak hanya peserta. Para siswa juga sangat merasakan manfaat program ini. Menurut penuturan salah seorang siswa di Biak Numfor, mereka sangat senang dengan kehadiran para guru ini.
"Saya senang bantu bapak atau ibu guru, karena kalau mereka mengajar saya tara (tidak) dipukul,” katanya.
Sarjana lulusan program studi kependidikan, sebelum menempuh PPG (Program Profesi Guru), diberi kesempatan mengikuti 1 tahun program SM3T untuk mengajar di daerah 3T. Selesai mengikuti program SM3T, mereka diutamakan untuk bisa mengikuti PPG. Ternyata prestasi peserta SM-3T cukup bagus.
Berdasarkan evaluasi, program SM3T boleh dikatakan berhasil. Selain kualitas peserta semakin bagus, peminat program ini juga meningkat. Ditjen Dikti banyak menerima surat dari wilayah yang meminta tambahan kuota guru dari SM3T. Padahal, semula program ini dikhawatirkan akan ditolak oleh daerah. Ternyata yang mendaftar sebagai guru tiga kali lebih banyak dari yang dibutuhkan.
Untuk menjangkau anak usia sekolah di daerah tersebut, Ditjen Dikti menyelenggarakan program Pendidikan Guru 3T (PG3T), yaitu anak-anak dari 3T diberi beasiswa di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Setelah lulus, mereka kembali lagi ke daerahnya untuk menjadi guru profesional. (ALINE/ARIFAH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar