Jumat, 01 November 2013

Mengembangkan Bakat-bakat Istimewa Anak Berkebutuhan Khusus


Siapa menyangka nama Indonesia diharumkan oleh anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) melalui Olimpiade Tunagrahita di Athena, Juli 2011, lalu? Pada perhelatan itu, kontingen Indonesia meraih 15 emas, 13 perak, dan 11 perunggu setelah bersaing dengan 7.500 atlet terbaik tunagrahita dari 184 negara di dunia. Bahkan, juara catur dunia selama dua tahun berturut-turut adalah anak dari seorang sopir bajaj yang menyandang autis dan sangat jenius dalam matematika dan catur? 

Fakta tersebut membuktikan bahwa mereka adalah bagian dari generasi emas (Gifted and Talented) yang populasinya mencapai 2,5 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Jika potensi mereka dioptimalkan sesuai bidangnya masing-masing, kita optimis Indonesia akan berjaya menjadi negara yang kompetitif. 

Kita merasakan betapa kayanya Indonesia dengan sumber daya alam (SDA). Namun, SDA itu tidak serta–merta membawa kejayaan, bahkan mungkin tidak lama lagi semua itu akan habis. Karena itu, kita sudah harus mengoptimalkan potensi sumber daya manusia (SDM) yang juga melimpah. 

Pada dasarnya, Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) terbagi menjadi dua, 2,5 persen ektrem kanan dan 2,5 persen ekstrem kiri dari kurva normal. Bagian itu adalah anak-anak jenius dan berbakat, serta anak-anak berkebutuhan khusus. 

Negara bertanggung jawab atas pendidikan mereka, sebagaimana Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan perlunya memberi pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi dan kecerdasan istimewa. Hal ini dilakukan agar potensi yang ada dapat berkembang secara optimal dan dapat membentuk manusia yang beriman, bertakwa, beakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri.

Dalam teori jenis kecedasan dasar, Howard Gardner (1983) seorang profesor dari Harvard University, membagi kecerdasan dasar, antara lain: kecerdasan bahasa; matematis logis; spasial; kinestetis jasmani; musikal; interpersonal; dan intrapersonal. Sementara itu, bagi Anak-anak Berkebutuhan Khusus (ABK), keterbatasan fisik bukan hambatan seseorang untuk berkarya, apalagi di bidang seni, terbukti anak-anak berkebutuhan khusus rata-rata memiliki kelebihan khusus dan perasaan yang peka. Selain itu, mereka juga mempunyai semangat dan ketekunan sebagai modal berharga. 

Dengan jumlah anak cerdas istimewa dan bakat istimewa yang diperkirakan melebihi populasi penduduk Singapura, para anak istimewa ini perlu diindetifikasi bakat dan potensinya. Dengan demikian, bakat dan potensi mereka dapat diarahkan dan dikembangkan sehingga nantinya bisa bekerja sesuai bidangnya masing-masing. Ibarat mutiara yang terbenam dalam lumpur, jika dibersihkan dan diasah mereka akan menjadi cemerlang. 

Setelah diidentifikasi, selanjutnya mereka dibina secara khusus agar potensinya benar-benar berkembang secara aktual. Nah, disinilah peran pendidikan menjadi sangat penting, tentunya mereka perlu di-maintain agar anugerah yang istimewa ini terwujud dalam prestasi optimal.

Peran Pemerintah

Reach the Unreached adalah istilah yang kita kenal dalam menangani anak-anak luar biasa dan anak–anak marjinal lainnya. Pemerintah tidak tinggal diam untuk memfasilitasi mereka antara lain dengan menyediakan bantuan beasiswa yang jumlahnya dua kali lipat dari beasiswa miskin di sekolah reguler atau sekitar 750 ribu per anak per tahun tanpa diskriminasi. Ini diberikan untuk seluruh siswa, baik di sekolah negeri maupun swasta, di kota maupun di desa. 

Tidak ada lagi alasan bagi setiap anak untuk tidak bersekolah. Mengapa? Karena sekolah pun telah disubsidi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, baik melalui dana bantuan operasional sekolah (BOS) maupun bantuan khusus sekolah luar biasa yang mencapai Rp 40 juta per tahun/sekolah. Bahkan, ABK atau "anak normal" di sekolah umum dan mempunyai orang tua yang cacat juga berhak mendapat beasiswa. Jadi, sekolah sebaiknya tidak memungut biaya operasional pada ABK. 

Peluang berkembangnya ABK tentu sangat terbuka, antara lain di bidang seni. Salah satu keistimewaan bangsa Indonesia adalah kekayaan seni dan budaya yang luar biasa. Karena itu, Kemdikbud menfasilitasi pengembangan potensi mereka, salah satunya melalui kegiatan tahunan Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N). 

Kompetensi ini terbukti mampu menjaring bibit-bibit unggul dalam bidang vokal, melukis, cipta, dan baca puisi, serta memainkan alat musik modern. Kompetisi ini setidaknya berhasil menepis stigma negatif di tengah masyarakat yang menganggap bahwa anak-anak berkebutuhan khusus ini statis dan menjadi beban. 

Kemdikbud selain memberi bekal kecakapan hidup,  juga bekerja sama dengan berbagai pihak dalam menyelenggarakan program kewirausahaan agar mereka tidak menjadi beban masyarakat. Dari program ini, sudah banyak yang berhasil. Misalnya, ada yang mempunyai restoran, bengkel, salon, dan seterusnya yang mempekerjakan banyak karyawan. Jadi, jika potensi ini dikembangkan sesuai bidangnya masing-masing, mereka juga bisa eksis dalam masyarakat. 

Tantangan saat ini adalah masih adanya pihak yang mengeksploitasi keterbatasan mereka. Misalnya, menjadikan ABD sebagai peminta-minta di jalan. Ini adalah lingkaran permasalahan kompleks yang dihadapi masyarakat, tidak hanya dihadapi Kemdikbud. Sistem pendidikan terus-menerus berupaya melayani agar mereka bersekolah dan memperoleh kecakapan, bahkan diberikan banyak bantuan dan kemudahan agar menjadi insan mandiri. 

Nantinya sekolah yang melayani mereka akan diperbanyak dan diperluas jangkauannya dengan berbagai bentuk layanan, misalnya membangun 5 unit sekolah baru, mengembangkan kelas akselarasi, sekolah unggulan, maupun sekolah luar biasa. 

Generasi emas dari 2,5 persen ini yang nantinya akan berperan penting dalam berbagai bidang kehidupan teknologi, hukum, penelitian dan lain sebagainya. Jangan sampai keterbatasan menghalangi untuk berprestasi. (ARIFAH/TANIA)

Penulis adalah Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Pendidikan Dasar, Kemdikbud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar