Pembuat film dan badan pariwisata memegang andil besar dalam pemasaran
destinasi saat ini. Sebab, latar film efektif sekali mendorong wisatawan
mengeksplor tempat baru.
Hal tersebut disampaikan oleh Chief Marketing Officer Wego, Joachim Holte dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas Travel. Menurut dia, dua sektor tersebut ikut meramaikan industri pariwisata yang sedang tumbuh pesat saat ini.
"Zaman sekarang, wisatawan cenderung senang liburan untuk mencari inspirasi dan pengalaman unik. Mereka juga mengejar destinasi baru yang mewakili imajinasi mereka," ujar Holte.
Tampaknya, ungkap Holte, sisi positif dari film bahwa ia bisa menggairahkan dan mempromosikan obyek wisata, sudah mulai dikenali. Dampaknya kelihatan juga dari semakin banyaknya wisatawan yang senang mencari destinasi yang tidak biasa dan mencoba pengalaman wisata yang benar-benar baru.
Holte menambahkan bahwa latar film dan tayangan televisi sangat menular. Wisatawan biasanya jadi tak sabar untuk berlibur ke lokasi tempat film dibuat.
"Tren ini sudah kelihatan beberapa waktu lalu, saat kami menggelar survei untuk wisatawan Australia. Para wisatawan tersebut mengatakan bahwa New York dan Eropa merupakan destinasi impian mereka di Hari Natal. Jelas bahwa mereka terinspirasi oleh film-film klasik yang tayang menjelang Libur Natal. Yang juga cocok dijadikan contoh adalah Selandia Baru. Berkat film Lord of the Rings dan Hobbit, lanskap alamnya mendadak terkenal," kata Holte.
Ia menuturkan tren baru ini lebih dari sekadar popularitas yang muncul setelah Leonardo DiCaprio selfie dan telentang di pasir Phi Phi Island, Thailand. Film sungguh mampu mendekatkan suatu destinasi dengan penonton secara emosional.
"Termasuk memberi pemahaman tentang sejarah dan budaya suatu negara. Ini jauh lebih efektif ketimbang membuat kampanye tunggal untuk pemasaran destinasi," tuturnya.
Saat ini, lanjutnya, keterhubungan budaya dan sosial secara daring sudah bertambah mudah. Itu sebabnya film berpeluang besar jadi alat pemasaran bagi badan pariwisata.
"Wisatawan zaman sekarang suka menganggap dirinya penjelajah. Mereka pun lebih maju lagi dalam hal penggalian destinasi dan seara emosional mudah terhubung dengan destinasi yang tampil di layar lebar."
Braveheart sukses mendongkrak kunjungan wisata ke Skotlandia hingga 300 persen, 12 bulan setelah film arahan Mel Gibson tersebut tayang di layar lebar. Crown Hotel di Amersham, Inggris, yang Courtyard Suite sempat muncul di film "Four Weddings and a Funeral" juga laris dipesan, tiga tahun setelah film tersebut tayang.
Tak ketinggalan The Beach, film yang dibintangi Leonardo DiCaprio. Film tersebut berandil besar dalam menaikkan angka kunjungan turis remaja hingga 22 persen ke Negeri Gajah Putih, Thailand.
“Tayangan televisi juga punya peranan vital sendiri. Salah satu fenomena paling baru adalah naiknya angka kunjungan wisatawan ke Albuquerque, New Mexico, setelah lokasi tersebut menjadi latar dalam film seri Breaking Bad," kata Holte.
Untuk skala negara, salah satu yang diuntungkan setelah lanskapnya menjadi latar film adalah Islandia. Negeri Es tersebut sukses memonopoli peluang memasarkan alamnya yang spektakuler lewat film yang dibintangi Ben Stiller, "The Secret Life of Walter Mitty".
"Ben Stiller ibaratnya menjadi duta Islandia yang mengenalkan betapa indahnya negara tersebut. Ia juga ikut mempopulerkan lagu milik band indie lokal, Of Monsters and Men, dalam trailer film tersebut," ujar Holte.
"Patut diakui, film memang mampu menginspirasi para pelaku industri pariwisata. Setelah Selandia Baru berhasil membuat paket menarik yang menggabungkan destinasi dan latar film, ditambah dukungan dari maskapai nasionalnya, makin banyak pelaku di bidang pemasaran destinasi melirik peluang tersebut."
Baru-baru ini, Tourism Australia bermitra dengan Tourism and Events Queensland, Pritish Nandy Communications, dan Balaji Motion Pictures untuk menampilkan Gold Coast sebagai latar dalam film Bollywood 'Shaadi Ke Side Effects' (Efek Samping Sebuah Pernikahan). Targetnya adalah mempromosikan Australia sebagai destinasi pilihan untuk liburan romantis.
Langkah serupa ditempuh Singapore Tourism Board, yang menginvestasikan dana sebesar 6,3 juta dollar AS untuk skema 'Film in Singapore'. Skema ini mensubsidi produsen film internasional hingga 50 persen. Yang pertama menikmati skema tersebut adalah film Bollywood 'Krrish', yang secara dramatis mendongkrak kunjungan wisatawan India ke Singapura setelah film tersebut dirilis.
Sedangkan tahun lalu, Kementerian Pariwisata India meluncurkan kampanye 'Land of Pi' yang setema dengan film arahan Ang Lee, Life of Pi. Di Filipina, Senator Grace Poe turut mendorong adanya undang-undang untuk pendanaan dan dukungan lebih bagi promosi film pariwisata di Filipina.
Selanjutnya, bulan ini, pemerintah Irlandia mengumumkan bahwa mereka akan mengaktifkan 'Tom Cruise clause', supaya para produser film yang membawa bintang Hollywood untuk pembuatan film di Irlandia mendapatkan pengurangan pajak.
Di sisi lain, Indonesia juga menjadi sorotan para sutradara dari Hollywood setelah sukses menyedot kunjungan ke Bali lewat fenomena 'Eat, Pray, Love'. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu, berupaya keras mengundang semakin banyak pembuat film besar ke Indonesia.
Hasilnya positif, sutradara peraih Academy Award Michael Mann (yang membesut Miami Vice, Public Enemy, Last of the Mohicans) jadi salah satu penggemar besar Indonesia. Sutradara tersebut baru selesai memfilmkan "Cyber"di Ibu Kota Jakarta. Film tersebut rencananya tayang perdana pada 2015.
Kepada Wall Street Journal, Mann mengatakan ia sangat menyukai Jakarta. Sampai-sampai ia menulis ulang "Cyber" yang dibintangi oleh Chris Hemsworth (populer saat memerankan Thor), untuk menyesuaikan dengan latar Jakarta.
"Film yang berlatar obyek wisata akan terus tumbuh di Asia. Para pakar menyebutkan bahwa wisatawan Asia merupakan turis film terbesar di dunia. Saat ini terbang dengan maskapai budget sudah semakin ekonomis dan wisatawan juga dimudahkan dengan booking secara daring," kata Holte.
"Jadi, dapat diasumsikan bahwa penggemar film di China, Taiwan, Thailand, dan Korea Selatan (yang juga suka sekali mengonsumsi film dan tayangan televisi) akan lebih sering mengejar destinasi-destinasi wisata yang menjadi latar di film," tambahnya. (*)
Hal tersebut disampaikan oleh Chief Marketing Officer Wego, Joachim Holte dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas Travel. Menurut dia, dua sektor tersebut ikut meramaikan industri pariwisata yang sedang tumbuh pesat saat ini.
"Zaman sekarang, wisatawan cenderung senang liburan untuk mencari inspirasi dan pengalaman unik. Mereka juga mengejar destinasi baru yang mewakili imajinasi mereka," ujar Holte.
Tampaknya, ungkap Holte, sisi positif dari film bahwa ia bisa menggairahkan dan mempromosikan obyek wisata, sudah mulai dikenali. Dampaknya kelihatan juga dari semakin banyaknya wisatawan yang senang mencari destinasi yang tidak biasa dan mencoba pengalaman wisata yang benar-benar baru.
Holte menambahkan bahwa latar film dan tayangan televisi sangat menular. Wisatawan biasanya jadi tak sabar untuk berlibur ke lokasi tempat film dibuat.
"Tren ini sudah kelihatan beberapa waktu lalu, saat kami menggelar survei untuk wisatawan Australia. Para wisatawan tersebut mengatakan bahwa New York dan Eropa merupakan destinasi impian mereka di Hari Natal. Jelas bahwa mereka terinspirasi oleh film-film klasik yang tayang menjelang Libur Natal. Yang juga cocok dijadikan contoh adalah Selandia Baru. Berkat film Lord of the Rings dan Hobbit, lanskap alamnya mendadak terkenal," kata Holte.
Ia menuturkan tren baru ini lebih dari sekadar popularitas yang muncul setelah Leonardo DiCaprio selfie dan telentang di pasir Phi Phi Island, Thailand. Film sungguh mampu mendekatkan suatu destinasi dengan penonton secara emosional.
"Termasuk memberi pemahaman tentang sejarah dan budaya suatu negara. Ini jauh lebih efektif ketimbang membuat kampanye tunggal untuk pemasaran destinasi," tuturnya.
Saat ini, lanjutnya, keterhubungan budaya dan sosial secara daring sudah bertambah mudah. Itu sebabnya film berpeluang besar jadi alat pemasaran bagi badan pariwisata.
"Wisatawan zaman sekarang suka menganggap dirinya penjelajah. Mereka pun lebih maju lagi dalam hal penggalian destinasi dan seara emosional mudah terhubung dengan destinasi yang tampil di layar lebar."
Braveheart sukses mendongkrak kunjungan wisata ke Skotlandia hingga 300 persen, 12 bulan setelah film arahan Mel Gibson tersebut tayang di layar lebar. Crown Hotel di Amersham, Inggris, yang Courtyard Suite sempat muncul di film "Four Weddings and a Funeral" juga laris dipesan, tiga tahun setelah film tersebut tayang.
Tak ketinggalan The Beach, film yang dibintangi Leonardo DiCaprio. Film tersebut berandil besar dalam menaikkan angka kunjungan turis remaja hingga 22 persen ke Negeri Gajah Putih, Thailand.
“Tayangan televisi juga punya peranan vital sendiri. Salah satu fenomena paling baru adalah naiknya angka kunjungan wisatawan ke Albuquerque, New Mexico, setelah lokasi tersebut menjadi latar dalam film seri Breaking Bad," kata Holte.
Untuk skala negara, salah satu yang diuntungkan setelah lanskapnya menjadi latar film adalah Islandia. Negeri Es tersebut sukses memonopoli peluang memasarkan alamnya yang spektakuler lewat film yang dibintangi Ben Stiller, "The Secret Life of Walter Mitty".
"Ben Stiller ibaratnya menjadi duta Islandia yang mengenalkan betapa indahnya negara tersebut. Ia juga ikut mempopulerkan lagu milik band indie lokal, Of Monsters and Men, dalam trailer film tersebut," ujar Holte.
"Patut diakui, film memang mampu menginspirasi para pelaku industri pariwisata. Setelah Selandia Baru berhasil membuat paket menarik yang menggabungkan destinasi dan latar film, ditambah dukungan dari maskapai nasionalnya, makin banyak pelaku di bidang pemasaran destinasi melirik peluang tersebut."
Baru-baru ini, Tourism Australia bermitra dengan Tourism and Events Queensland, Pritish Nandy Communications, dan Balaji Motion Pictures untuk menampilkan Gold Coast sebagai latar dalam film Bollywood 'Shaadi Ke Side Effects' (Efek Samping Sebuah Pernikahan). Targetnya adalah mempromosikan Australia sebagai destinasi pilihan untuk liburan romantis.
Langkah serupa ditempuh Singapore Tourism Board, yang menginvestasikan dana sebesar 6,3 juta dollar AS untuk skema 'Film in Singapore'. Skema ini mensubsidi produsen film internasional hingga 50 persen. Yang pertama menikmati skema tersebut adalah film Bollywood 'Krrish', yang secara dramatis mendongkrak kunjungan wisatawan India ke Singapura setelah film tersebut dirilis.
Sedangkan tahun lalu, Kementerian Pariwisata India meluncurkan kampanye 'Land of Pi' yang setema dengan film arahan Ang Lee, Life of Pi. Di Filipina, Senator Grace Poe turut mendorong adanya undang-undang untuk pendanaan dan dukungan lebih bagi promosi film pariwisata di Filipina.
Selanjutnya, bulan ini, pemerintah Irlandia mengumumkan bahwa mereka akan mengaktifkan 'Tom Cruise clause', supaya para produser film yang membawa bintang Hollywood untuk pembuatan film di Irlandia mendapatkan pengurangan pajak.
Di sisi lain, Indonesia juga menjadi sorotan para sutradara dari Hollywood setelah sukses menyedot kunjungan ke Bali lewat fenomena 'Eat, Pray, Love'. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu, berupaya keras mengundang semakin banyak pembuat film besar ke Indonesia.
Hasilnya positif, sutradara peraih Academy Award Michael Mann (yang membesut Miami Vice, Public Enemy, Last of the Mohicans) jadi salah satu penggemar besar Indonesia. Sutradara tersebut baru selesai memfilmkan "Cyber"di Ibu Kota Jakarta. Film tersebut rencananya tayang perdana pada 2015.
Kepada Wall Street Journal, Mann mengatakan ia sangat menyukai Jakarta. Sampai-sampai ia menulis ulang "Cyber" yang dibintangi oleh Chris Hemsworth (populer saat memerankan Thor), untuk menyesuaikan dengan latar Jakarta.
"Film yang berlatar obyek wisata akan terus tumbuh di Asia. Para pakar menyebutkan bahwa wisatawan Asia merupakan turis film terbesar di dunia. Saat ini terbang dengan maskapai budget sudah semakin ekonomis dan wisatawan juga dimudahkan dengan booking secara daring," kata Holte.
"Jadi, dapat diasumsikan bahwa penggemar film di China, Taiwan, Thailand, dan Korea Selatan (yang juga suka sekali mengonsumsi film dan tayangan televisi) akan lebih sering mengejar destinasi-destinasi wisata yang menjadi latar di film," tambahnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar