Mengantongi gaji Rp 40 juta per bulan tidak lantas membuat Arief Nuryana puas. Holland American Line, sebuah perusahaan kapal pesiar yang telah membawanya mengarungi 300 kota di dunia, ditinggalkannya. Kini, bersama Kristianto Nurharjanto, ia mendedikasikan diri mengembangkan Lembaga Kursus ISP Cruiseship and Hotel School Solo.
Kertas A4 berkelir putih pucat itu sangat ringkas. Namun, isinya begitu penting, bukti kepemilikan lahan seluas 1.000 meter persegi di tepi jalan Temanggung.
Arief Nuryana pun tertegun melihat lembaran yang disodorkan padanya itu. Pemilik surat berharga tersebut adalah peserta didik ISP angkatan pertama.
"Begitu lulus, dia langsung kerja di kapal pesiar. Lantas, kini dia bisa membeli tanah, rumah, dan memberangkatkan orangtuanya naik haji," ucap Arief, mengenang keberhasilan anak didik ISP.
Arief Nuryana (kanan) bersama para siswa ISP.
Kini, banyak lulusan lembaganya yang berhasil meningkatkan ekonomi keluarga, dengan bekerja di kapal pesiar dan hotel berbintang di luar negeri.
"Bahkan ada yang datang ke sini bawa Harley Davidson," ucap Arief sumringah.
Keberhasilan para peserta didiklah yang melecut semangatnya mengembangkan kursus kapal pesiar dan perhotelan di Solo hingga kini. Berdiri pada 11 September 2009, ISP bermula hanya dengan 3 orang peserta didik. Namun, kondisi ini justru menantang Arief mengembangkan lembaga yang telah dirintisnya itu.
Pria yang lebih dari dua dekade bekerja di kapal pesiar itu, bertekad memastikan anak didiknya berhasil. Berbekal pengalaman dan jejaring, ia mampu menyalurkan anak didiknya ke perusahaan kapal pesiar di luar negeri.
Informasi tersebut bergulir dari mulut ke mulut. Saat kembali ke Solo, alumni ISP tidak hanya membawa pundi-pundi dolar, tetapi juga cerita dan pengalaman yang dibagi kepada teman-teman. Alhasil, banyak yang tertarik mengikuti jejak alumni ISP yang telah bekerja di luar negeri. Perlahan namun pasti, jumlah murid Arief pun terus bertambah hingga mencapai lebih dari 200 orang per tahun.
Berawal dari keprihatinan
Arief berujar, selain karena ingin membagi pengalamannya kepada orang lain, niatnya mendirikan kursus di bidang kapal pesiar dan perhotelan adalah karena ingin menolong orang lain.
"Banyak orang tertipu tawaran kerja di luar negeri. Hal itu terjadi karena mereka tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup,” katanya.
Para peserta didik ISP sedang mengikuti pelajaran house keeping.
Oleh karena itu, sebagai seorang yang telah puluhan tahun bekerja di sektor jasa pariwisata, Arief mengetahui seluk beluk kerja di kapal pesiar, termasuk proses perekrutan pekerjanya. Inilah yang kemudian menjadi salah satu keunggulan ISP. Sebagian besar lulusannya disalurkan ke perusahaan kapal pesiar dan perhotelan.
"Hampir seratus persen lulusan kami diterima bekerja di kapal pesiar dan hotel," ucapnya.
Pengorbanan Arief meninggalkan karirnya sebagai penata di Holland American Line telah sebanding dengan yang ia dapatkan saat ini. ISP telah bersalin rupa menjadi sebuah lembaga kursus yang besar dan cukup sohor di Solo. Gedung empat lantai yang menjadi lokasi kursus ISP telah ia miliki. Mereka juga sedang dalam tahap pembangunan gedung baru seluas 1.000 meter persegi.
Menanggalkan posisi
Kesuksesan ISP tidak dibangun seorang diri oleh Arief. Ia ditemani Kristianto Nurharjanto, rekannya yang juga turut merintis usaha jasa pendidikan tersebut.
"Semula kami delapan orang, tetapi sekarang tinggal kami berdua yang memiliki visi sama untuk membesarkan lembaga kursus ini," urai Kris.
Kris juga bukanlah wajah baru di dunia bisnis pariwisata dan perhotelan. Hampir 20 tahun ia membangun karir di bidang jasa tersebut. Lebih dari 10 hotel di pulau Jawa dan Bali telah menjadi jembatan karir baginya. Sebagian besar adalah hotel bintang empat dan lima, antara lain Jayakarta, Sheraton, Novotel, dan Lor In. Terakhir, pria ini menjabat sebagai General Manager De Solo Boutique Hotel.
Semula, Kris mengelola ISP di sela-sela wakunya bekerja sebagai general manager. Namun, melihat perkembangan jumlah murid ISP, keinginannya pun membuncah untuk fokus mengurus lembaga pendidikan yang ia rintis bersama Arief tersebut.
"Kurang lebih satu tahun saya double job. Setelah itu, saya lepas posisi saya di De Solo Boutique Hotel. Sekarang saya total di sini," ujar peraih anugerah As The Best GM Hotel And Service Excellent of the Years dari International Business & Company Award 2010, Jakarta.
Gaji bulanan dan berbagai fasilitas sebagai seorang GM pun ia tinggalkan. Keberaniannya tersebut didorong keinginan yang tinggi agar ISP bisa bersaing di dunia internasional.
Dengan segudang pengalaman, Kris ingin membagikan ilmunya kepada orang lain. Ia tidak ingin pemuda-pemudi di Solo menjadi pengangguran.
"Jasa perhotelan dan kapal pesiar adalah sektor yang sangat potensial. Potensi ini bisa dimanfaatkan para pemuda," katanya. (YOHAN RUBIYANTORO)
Kertas A4 berkelir putih pucat itu sangat ringkas. Namun, isinya begitu penting, bukti kepemilikan lahan seluas 1.000 meter persegi di tepi jalan Temanggung.
Arief Nuryana pun tertegun melihat lembaran yang disodorkan padanya itu. Pemilik surat berharga tersebut adalah peserta didik ISP angkatan pertama.
"Begitu lulus, dia langsung kerja di kapal pesiar. Lantas, kini dia bisa membeli tanah, rumah, dan memberangkatkan orangtuanya naik haji," ucap Arief, mengenang keberhasilan anak didik ISP.
"Bahkan ada yang datang ke sini bawa Harley Davidson," ucap Arief sumringah.
Keberhasilan para peserta didiklah yang melecut semangatnya mengembangkan kursus kapal pesiar dan perhotelan di Solo hingga kini. Berdiri pada 11 September 2009, ISP bermula hanya dengan 3 orang peserta didik. Namun, kondisi ini justru menantang Arief mengembangkan lembaga yang telah dirintisnya itu.
Pria yang lebih dari dua dekade bekerja di kapal pesiar itu, bertekad memastikan anak didiknya berhasil. Berbekal pengalaman dan jejaring, ia mampu menyalurkan anak didiknya ke perusahaan kapal pesiar di luar negeri.
Informasi tersebut bergulir dari mulut ke mulut. Saat kembali ke Solo, alumni ISP tidak hanya membawa pundi-pundi dolar, tetapi juga cerita dan pengalaman yang dibagi kepada teman-teman. Alhasil, banyak yang tertarik mengikuti jejak alumni ISP yang telah bekerja di luar negeri. Perlahan namun pasti, jumlah murid Arief pun terus bertambah hingga mencapai lebih dari 200 orang per tahun.
Berawal dari keprihatinan
Arief berujar, selain karena ingin membagi pengalamannya kepada orang lain, niatnya mendirikan kursus di bidang kapal pesiar dan perhotelan adalah karena ingin menolong orang lain.
"Banyak orang tertipu tawaran kerja di luar negeri. Hal itu terjadi karena mereka tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup,” katanya.
"Hampir seratus persen lulusan kami diterima bekerja di kapal pesiar dan hotel," ucapnya.
Pengorbanan Arief meninggalkan karirnya sebagai penata di Holland American Line telah sebanding dengan yang ia dapatkan saat ini. ISP telah bersalin rupa menjadi sebuah lembaga kursus yang besar dan cukup sohor di Solo. Gedung empat lantai yang menjadi lokasi kursus ISP telah ia miliki. Mereka juga sedang dalam tahap pembangunan gedung baru seluas 1.000 meter persegi.
Menanggalkan posisi
Kesuksesan ISP tidak dibangun seorang diri oleh Arief. Ia ditemani Kristianto Nurharjanto, rekannya yang juga turut merintis usaha jasa pendidikan tersebut.
"Semula kami delapan orang, tetapi sekarang tinggal kami berdua yang memiliki visi sama untuk membesarkan lembaga kursus ini," urai Kris.
Kris juga bukanlah wajah baru di dunia bisnis pariwisata dan perhotelan. Hampir 20 tahun ia membangun karir di bidang jasa tersebut. Lebih dari 10 hotel di pulau Jawa dan Bali telah menjadi jembatan karir baginya. Sebagian besar adalah hotel bintang empat dan lima, antara lain Jayakarta, Sheraton, Novotel, dan Lor In. Terakhir, pria ini menjabat sebagai General Manager De Solo Boutique Hotel.
Semula, Kris mengelola ISP di sela-sela wakunya bekerja sebagai general manager. Namun, melihat perkembangan jumlah murid ISP, keinginannya pun membuncah untuk fokus mengurus lembaga pendidikan yang ia rintis bersama Arief tersebut.
"Kurang lebih satu tahun saya double job. Setelah itu, saya lepas posisi saya di De Solo Boutique Hotel. Sekarang saya total di sini," ujar peraih anugerah As The Best GM Hotel And Service Excellent of the Years dari International Business & Company Award 2010, Jakarta.
Gaji bulanan dan berbagai fasilitas sebagai seorang GM pun ia tinggalkan. Keberaniannya tersebut didorong keinginan yang tinggi agar ISP bisa bersaing di dunia internasional.
Dengan segudang pengalaman, Kris ingin membagikan ilmunya kepada orang lain. Ia tidak ingin pemuda-pemudi di Solo menjadi pengangguran.
"Jasa perhotelan dan kapal pesiar adalah sektor yang sangat potensial. Potensi ini bisa dimanfaatkan para pemuda," katanya. (YOHAN RUBIYANTORO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar