Jumat, 01 November 2013

Situs Arkeologi Bawah Air, Kekayaan Nusantara yang Terpendam

Baru-baru ini, tim arkeologi bawah air Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melakukan penyelaman untuk mengukur situs kapal karam di perairan Sulawesi. Tepatnya di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Pengukuran ini melibatkan pelatih dari Australia, Thailand, dan Filipina tersebut, mengikutsertakan mahasiswa dari universitas yang memiliki jurusan arkeologi bawah air, dan petugas dari balai pelestarian cagar budaya (BPCB) dari berbagai provinsi di Indonesia, termasuk peserta dari Brunei Darussalam dan Filipina.



Indonesia memiliki situs arkeologi bawah air dalam jumlah besar. Untuk perairan Sulawesi Selatan saja, setidaknya tercatat lima puluh situs arkeologi bawah air. Dari jumlah tersebut, baru 10-20 situs yang telah dieksplorasi dan diverifikasi oleh Direktorat Cagar Budaya dan Permuseuman Kemdikbud. Dengan banyaknya situs yang dimiliki oleh itulah, Sulsel dipilih sebagai lokasi penelitian dan pelatihan bagi tim arkeologi bawah air. 

Disampaikan oleh Dess Yussubrasta, Ketua Kelompok Kerja Bimbingan Teknis Pelestarian Cagar Budaya Bawah Air, potensi Sulawesi Selatan, terutama Makassar untuk menjadi pusat pelatihan dan penelitian situs arkeologi bawah air sudah memadai. 

"Disini sudah tersedia mess, ruang kelas, dan prasarana rumah sakit," kata Desse di Kabupaten Barru, Jum'at (11/10/2013) lalu. Desse mengungkapkan, sejak 2011 Direktorat Peninggalan bawah Air telah merencanakan pembuatan tiga pusat pelatihan arkeologi bawah air. Tiga tempat yang direncanakan masing-masing di wilayah barat, tengah, dan timur. 

Untuk wilayah barat, dipilih Bangka Belitung, wilayah tengah Karimun Jawa, dan wilayah timur Makassar. Dari ketiga tempat tersebut, Makassar merupakan daerah yang paling siap. 

"Tahun 2012 kita lakukan uji petik untuk uji coba lokasi di Makassar, tingkat nasional, dan berhasil," jelasnya. 

Setelah berhasil dan sukses melakukan pelatihan tingkat nasional tahun 2012 lalu, saat ini pelatihan diperluas ke tingkat internasional dengan mengundang peserta dari regional Asia Tenggara dan instruktur dari Australia, Thailand, dan Filipina. Pada penyelaman di awal Oktober lalu yang berlokasi di Kabupaten Barru, peserta menyelam ke kedalaman 5-20 meter untuk melakukan pengukuran badan kapal. 

Komponen penghitungan terdiri dari menghitung jarak kapal dari permukaan laut, tinggi kapal, dan kedalamannya dari dasar laut. Peserta dibagi menjadi empat kelompok penyelaman. 

Posisi kapal yang miring dan patah mengharuskan para penyelam untuk ekstra hati-hati. Jarak pandang hingga lima meter di dalam laut sangat jelas, sehingga ujung kapal terlihat dari permukaan. Setiap tim diberi kesempatan menyelam dua kali, dan setiap penyelaman memakan waktu 30-45 menit. 

Para peserta sangat antusias untuk melakukan pengukuran. Siti Noraimah, peserta bimtek dari Brunei Darussalam mengatakan, program ini merupakan awal yang baik bagi pelestarian situs bawah air. Banyaknya situs yang belum teridentifikasi, menurut dia, sangat baik jika dijadikan tempat pelatihan. 

"Situsnya belum dikenal pasti tapi dijadikan tempat latihan. Boleh diteruskan untuk fase berikutnya," kata Siti. 

Siti mengatakan, di negaranya situs bawah air belum ada yang dilindungi atau di bawah akta.
Karena saat ini divisi jabatan muzium di Brunei Darussalam baru melindungi warisan kuno. 

"Karena target jabatan muzium hanya ancient wreck. Kalau di sini (di Indonesia) yang baru dan yang lama diidentifikasi, kalau disana (Brunei) yang modern belum (diidentifikasi)," katanya

Ke depan, Desse mengungkapkan, untuk kegiatan penyelaman arkeologi bawah air akan ditingkatkan kuantitasnya. Bahkan, dalam satu tahun akan dilakukan dua kali penyelaman. 

"Untuk nasional itu di semester pertama, untuk internasional di semester ke dua dan kemungkinan program ini akan menyamai seperti pusat pelatihan yang ada di Thailand," jelasnya. 

Pelatihan ini dilakukan juga untuk pemetaan di UPT BPCB dan universitas, baik pemetaan sumber daya manusia, pemetaan alat, juga pemetaan kemampuan arkeologi bawah air. Hasil yang diharapkan dari pelatihan ini adalah meningkatnya kemampuan SDM dalam memahami pekerjaan arkeologi bawah air, juga untuk menggali dan memanfaatkan situs arkeologi bawah air agar bisa dilakukan riset, kajian, dan konservasi pemanfaatannya. Pelatihan ini juga diharapkan dapat memberi manfaat kepada kabupaten kota agar situs bawah air yang mereka miliki dapat ditetapkan secara nasional. 

"Untuk itu, keterlibatan masyarakat kita butuhkan, baik dari nelayan dan masyarakat pesisir untuk ikut peduli atas situs itu. Menjaga, memelihara, dan memberi informasi kepada wisatawan, untuk menjadikan situs itu sebagai tambahan pendapatan bagi masyarakat di pinggir pantai itu sendiri," katanya. (ALINE)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar