Sekitar tiga bulan yang lalu (Juli 2013), saya mendapatkan kunjungan seorang teman yang berasal dari Srilangka. Kenalan dari Facebook dan berlanjut hingga kopdaran di Medan. Beliau sangat tertarik hendak melihat langsung proses produksi nata de coco yang waktu itu sedang saya jalankan.
Tidak seperti kunjungan teman sebelumnya yang berasal dari Amerika yang berjalan lancar dan sukses, (selengkapnya bisa dibaca di sini, “Bersama Teman dari USA, Satu Hari Keliling Kota Medan“), kali ini proses kedatangan beliau sempat terhambat di bandara Polonia. Kami tertahan di kantor imigrasi selama dua jam lebih.
Ketika baru saja mendarat di bandara sekitar jam empat sore, beliau langsung di bawa ke kantor imigrasi. Disana beliau “dicekoki” dengan berbagai pertanyaan, hingga saya diharuskan datang kesana untuk memastikan bahwa beliau diundang dan memiliki kenalan di Medan.
Di kantor itu saya menjelaskan maksud kedatangan teman itu ke Indonesia.
Akhirnya saya mengetahui penyebabnya. Menurut petugas tersebut banyak pendatang “gelap” dari Srilangka, sehingga masuk ke dalam daftar yang harus dicurigai. Sekitar satu jam kami berada di kantor tersebut hingga kepala kantor keimigrasian akhirnya melepaskan kami.
Setelah lolos dari tahap tersebut, kami pun lega, hanya sesaat, karena ketika melalui mesin detektor, bagasi teman tersebut mengaktifkan alarm.
“Aduuhh… apa lagi ini?”
Petugas langsung menahan dan membawa kami ke kantor khusus yang berada di dalam bandara, sambil membawa secarik kertas hasil analisis mesin detektor. Disana, petugas yang berwajah tidak ramah, terkesan garang, membuka dan mengaduk-aduk isi bagasi beliau.
Saya prihatin dengan “nasib” teman ini. Beliau mengeluhkan yang dialaminya, beliau curhat dan mengatakan bahwa sebelumnya beliau sudah mendatangi berbagai negara, diantaranya Inggris, Malaysia, dan RRC, dan baru kali ini beliau mengalami peristiwa yang tidak mengenakkan.
Ditambah lagi beliau belum makan semenjak pagi harinya.
Sekedar info, teman ini bekerja sebagai Manajer R&D suatu perusahaan produk makanan dan minuman di negaranya.
Ketika petugas tersebut puas mengaduk-aduk isi bagasi, sempat merobek kotak hadiah yang diniatkan untuk kedua anak saya, petugas itu membiarkannya begitu saja dan melepaskan kami.
Tak ada kata maaf, sungguh memprihatinkan!
Ternyata penyebab alarm mesin detektor itu berbunyi adalah obat-obat diabetes yang diletakkan di dalam bagasinya. Mesin tersebut “menyangka” di dalam obat-obatan itu terdapat zat ampetamin alias sabu-sabu (Gambar 1 dan 2).
Berdasarkan pengalaman ini, saya menyarankan kepada teman-teman pembaca yang hendak mengadakan perjalanan dengan pesawat untuk tidak menyimpan obat-obatan di dalam bagasi. Sebaiknya diletakkan di dalam tas sandang.
Teman tersebut sangat kecewa dengan kejadian ini, namun saya berhasil menghibur dan menjamunya di Medan selama seminggu, sehingga beliau bisa mengabaikan peristiwa yang menimpanya saat baru saja tiba di Medan.
Semoga pengalaman teman ini bermanfaat bagi teman-teman pembaca.
Salam Hangat Sahabat Kompasianers…
[-Rahmad Agus Koto-]
Catatan:
Saya tidak bisa menceritakan perjalanan beliau selama di Medan karena beliau tidak mengijinkan dengan alasan privasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar