Di festival ini, ada sebuah papan terbentang lebar. Di papan itu, ditampilkan berbagai kisah inspiratif yang diceritakan kembali oleh para pengajar muda yang mendidik di 126 sekolah di 17 kabupaten di Indonesia. Dengan menggunakan stiker yang didapatkan saat mendaftar menjadi relawan kerja bakti, Anda dapat menempelkan dan memberi semangat kepada mereka, para pejuang pendidikan itu.
Beberapa kisah inspiratif itu datang dari Indonesia bagian timur. Tiga kabupaten dari tiga provinsi menjadi target pengajar muda Indonesia Mengajar. Tiga kabupaten itu antara lain Kabupaten Fakfak (Papua Barat), Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Maluku), dan Kabupaten Halmahera Selatan (Maluku Utara).
Di Kabupaten Fakfak, misalnya, ada seorang tunawicara bernama Bondan Pattipi. Walaupun tak mampu mendengar dengan baik, ia menjadi partisipan terbaik mewakili SD YPK Siboru dalam lomba gerak jalan.
Sadar akan kelemahannya, semangat Pattipi tak pernah surut. Ia justru semakin tekun memperhatikan segala instruksi dengan baik.
Pattipi menjaga irama langkahnya agar serasi dan dapat seimbang dengan teman-teman lainnya. Sampai akhirnya, ia dapat membuktikan bahwa seorang tunawicara juga bisa berprestasi. Tak heran, banyak relawan kerja bakti menempelkan stiker "Love", "Like", "Lilin", dan "Smile" pada kisahnya.
Kisah guru
Kisah berbeda datang dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Maluku). Kisah inspiratif itu tentang seseorang bernama Ayu, siswa kelas VI SD yang sama sekali tidak pernah keluar dari desanya, di Desa Wunlah.
Setelah lolos mengikuti seleksi OSN bidang matematika di tingkat kecamatan, Ayu kemudian mengikuti seleksi di tingkat kabupaten. Dia pun berhasil menjadi peserta terbaik se-Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan mewakili kompetisi tersebut di tingkat provinsi.
Namun, tak cuma siswa seperti Ayu yang mau berjuang demi meraih cita-citanya. Kisah inspiratif semacam itu juga bisa dilihat dari para guru.
Kisah seorang guru bernama Asri, misalnya. Di Kabupaten Halmahera Selatan, Asri merupakan seorang guru honorer. Ia mengajar sebagai guru wali kelas I sampai kelas VI SD Negeri Wayatim selama 2 tahun.
Asri mengaku sempat ingin meninggalkan Wayatim dan mencari pekerjaan baru di kota. Namun, karena ia satu-satunya guru di sekolah bersama seorang kepala sekolah, Asri mengurungkan niatnya meninggalkan anak-anak muridnya. Kini, Asri kembali mengabdi di SD Negeri Wayatim. Tak disangka, rupanya, cerita tentang pengabdian Asri itu paling banyak menarik perhatian para relawan kerja bakti yang menghadiri Festival Gerakan Indonesia Mengajar (FGIM).
Beberapa kisah inspiratif itu datang dari Indonesia bagian timur. Tiga kabupaten dari tiga provinsi menjadi target pengajar muda Indonesia Mengajar. Tiga kabupaten itu antara lain Kabupaten Fakfak (Papua Barat), Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Maluku), dan Kabupaten Halmahera Selatan (Maluku Utara).
Di Kabupaten Fakfak, misalnya, ada seorang tunawicara bernama Bondan Pattipi. Walaupun tak mampu mendengar dengan baik, ia menjadi partisipan terbaik mewakili SD YPK Siboru dalam lomba gerak jalan.
Sadar akan kelemahannya, semangat Pattipi tak pernah surut. Ia justru semakin tekun memperhatikan segala instruksi dengan baik.
Pattipi menjaga irama langkahnya agar serasi dan dapat seimbang dengan teman-teman lainnya. Sampai akhirnya, ia dapat membuktikan bahwa seorang tunawicara juga bisa berprestasi. Tak heran, banyak relawan kerja bakti menempelkan stiker "Love", "Like", "Lilin", dan "Smile" pada kisahnya.
Kisah guru
Kisah berbeda datang dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Maluku). Kisah inspiratif itu tentang seseorang bernama Ayu, siswa kelas VI SD yang sama sekali tidak pernah keluar dari desanya, di Desa Wunlah.
Setelah lolos mengikuti seleksi OSN bidang matematika di tingkat kecamatan, Ayu kemudian mengikuti seleksi di tingkat kabupaten. Dia pun berhasil menjadi peserta terbaik se-Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan mewakili kompetisi tersebut di tingkat provinsi.
Namun, tak cuma siswa seperti Ayu yang mau berjuang demi meraih cita-citanya. Kisah inspiratif semacam itu juga bisa dilihat dari para guru.
Kisah seorang guru bernama Asri, misalnya. Di Kabupaten Halmahera Selatan, Asri merupakan seorang guru honorer. Ia mengajar sebagai guru wali kelas I sampai kelas VI SD Negeri Wayatim selama 2 tahun.
Asri mengaku sempat ingin meninggalkan Wayatim dan mencari pekerjaan baru di kota. Namun, karena ia satu-satunya guru di sekolah bersama seorang kepala sekolah, Asri mengurungkan niatnya meninggalkan anak-anak muridnya. Kini, Asri kembali mengabdi di SD Negeri Wayatim. Tak disangka, rupanya, cerita tentang pengabdian Asri itu paling banyak menarik perhatian para relawan kerja bakti yang menghadiri Festival Gerakan Indonesia Mengajar (FGIM).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar