Perjalanan Tim Jelajah Kota dan Peradaban: Ekspedisi Sabang-Merauke Harian Kompas ke Maumere dari Bajawa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, Senin (7/10/2013), diawali dengan hidangan segelas kopi. Kopi bajawa itu dihidangkan oleh seorang kawan, Vinsensius Loki, yang tinggal di Desa Beiwali, Kecamatan Bajawa, Ngada.
Cara bicara Vinsensius sungguh merefleksikan filosofi dari kopi itu. Ia bertutur tentang budidaya kopi bajawa dengan antusias, bersahabat, dan senyum lebar. ”Sluuurp…,” anggota tim menyeruput kopi arabika sedikit demi sedikit, menikmati cita rasa yang teramat khas. Wangi kopinya begitu kuat.
Setelah diteguk, aroma kopi masih tertinggal di mulut. Juga tak lenyap begitu saja di tenggorokan. Sangat terasa kopi organik yang dibudidayakan tanpa bahan kimia. Vinsensius bercerita, kopi bajawa diekspor ke Amerika Serikat (AS) melalui Surabaya.
Tim merasa lebih segar setelah mereguk kopi bajawa. Tak ada perasaan jemu saat membahas mengenai kopi. Menjelang siang, tim pamit. Tentu dengan membeli beberapa bungkus kopi bajawa yang sedap itu.
Tim melanjutkan perjalanan menuju Ende, Kabupaten Ende, NTT, dengan jarak 129 kilometer (km). Di tengah jalan, tim melihat Gunung Ebulobo yang mengeluarkan asap putih dari kawahnya. Pemandangan yang menimbulkan kecemasan, tetapi juga indah. Tim juga melihat batu hijau di hampir sepanjang Pantai Ende.
Batu-batu itu membuat warna pantai menjadi kehijauan yang semakin ke tengah, bertemu dengan birunya Laut Flores. Tim mengikuti Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengelilingi Ende. Rumah pengasingan Bung Karno, Pelabuhan Ende, dan Taman Rendo menjadi tempat tujuan.
Segelas kopi bajawa benar-benar memberikan kekuatan. Letih tak terasa meski harus terus menguntit Bambang dan rombongan. Di rumah pengasingan Bung Karno ada sebuah sumur yang dulu digunakan Presiden Indonesia pertama Soekarno untuk mandi. ”Airnya segar sekali,” ujar Bambang.
Soekarno diasingkan oleh Belanda di Ende tahun 1934-1938. Ende sejak masa penjajahan dikenal sebagai kota pelabuhan. Saat itu, Pelabuhan Ende hanya berupa dermaga kayu yang memanjang hingga ke laut lepas. Kota Ende juga ramai di sekitar pelabuhan saja. Dari Ende kami bergerak ke Maumere. Tanah Flores benar-benar membuat kami takjub.
Cara bicara Vinsensius sungguh merefleksikan filosofi dari kopi itu. Ia bertutur tentang budidaya kopi bajawa dengan antusias, bersahabat, dan senyum lebar. ”Sluuurp…,” anggota tim menyeruput kopi arabika sedikit demi sedikit, menikmati cita rasa yang teramat khas. Wangi kopinya begitu kuat.
Setelah diteguk, aroma kopi masih tertinggal di mulut. Juga tak lenyap begitu saja di tenggorokan. Sangat terasa kopi organik yang dibudidayakan tanpa bahan kimia. Vinsensius bercerita, kopi bajawa diekspor ke Amerika Serikat (AS) melalui Surabaya.
Tim merasa lebih segar setelah mereguk kopi bajawa. Tak ada perasaan jemu saat membahas mengenai kopi. Menjelang siang, tim pamit. Tentu dengan membeli beberapa bungkus kopi bajawa yang sedap itu.
Tim melanjutkan perjalanan menuju Ende, Kabupaten Ende, NTT, dengan jarak 129 kilometer (km). Di tengah jalan, tim melihat Gunung Ebulobo yang mengeluarkan asap putih dari kawahnya. Pemandangan yang menimbulkan kecemasan, tetapi juga indah. Tim juga melihat batu hijau di hampir sepanjang Pantai Ende.
Batu-batu itu membuat warna pantai menjadi kehijauan yang semakin ke tengah, bertemu dengan birunya Laut Flores. Tim mengikuti Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengelilingi Ende. Rumah pengasingan Bung Karno, Pelabuhan Ende, dan Taman Rendo menjadi tempat tujuan.
Segelas kopi bajawa benar-benar memberikan kekuatan. Letih tak terasa meski harus terus menguntit Bambang dan rombongan. Di rumah pengasingan Bung Karno ada sebuah sumur yang dulu digunakan Presiden Indonesia pertama Soekarno untuk mandi. ”Airnya segar sekali,” ujar Bambang.
Soekarno diasingkan oleh Belanda di Ende tahun 1934-1938. Ende sejak masa penjajahan dikenal sebagai kota pelabuhan. Saat itu, Pelabuhan Ende hanya berupa dermaga kayu yang memanjang hingga ke laut lepas. Kota Ende juga ramai di sekitar pelabuhan saja. Dari Ende kami bergerak ke Maumere. Tanah Flores benar-benar membuat kami takjub.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar